Penasihat Hukum dari Polri Sebut Penyiraman Air Keras kepada Novel Biasa Saja

Senin, 15 Juni 2020 – 21:23 WIB
Polisi menggiring dua tersangka kasus penyiraman terhadap Novel Baswedan yang masing-masing berinisial RB (berbaju oranye di depan) dan RM di Polda Metro Jaya, Sabtu (28/12). Foto: Antara/Abdul Wahab

jpnn.com, JAKARTA - Tim Divisi Hukum Polri yang menjadi penasihat hukum Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, membacakan pledoi perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6).

Saat membacakan pledoi, penasihat hukum yang dipimpin oleh Rudy Heriyanto mengatakan, penyiraman air keras terhadap Novel merupakan hal biasa.

BACA JUGA: Respons Mahfud Atas Tuntutan Ringan Jaksa Terhadap Penyerang Novel

Rudy menerangkan, insiden tersebut dipandang bisa menimpa setiap orang. 

Menurut Rudy, tidak ada niatan para terdakwa ingin mencelakai Novel sehingga matanya cacat.

BACA JUGA: Kasus Novel Baswedan, Ernest Prakasa: Ini Novel Bergenre Komedi

"Sebenarnya kejadian yang menimpa saksi korban merupakan kejadian yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa yang sering terjadi dan dapat menimpa siapa saja," ujar Rudy.

Oleh karena itu, Rudy menuturkan, serangan Rahmat terhadap Novel tidak bisa disebut terencana. 

BACA JUGA: Rocky Gerung Hingga Said Didu Temui Novel Baswedan, Bicara Apa?

Selain itu, kata dia, Rahmat juga merupakan pelaku tunggal karena didorong rasa benci secara spontan terhadap Novel yang dianggap oleh terdakwa sebagai kacang lupa pada kulitnya. 

Jiwa korsa, tambah Rudy, menjadi latar belakang bagi terdakwa untuk memberikan pelajaran terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi itu.

Alasan itu pula yang membuat Rahmat mencari alamat korban lewat Google, lalu mencampur air aki dengan air, tidak dapat dikatakan sebagai bentuk perencanaan.

"Karena terdakwa tidak memikirkan segala akibat atau risiko yang akan terjadi dan tidak berada dalam hati yang tenang pada waktu maksud dari rencana. Peristiwa penyiraman itu merupakan obsesi terdakwa yang lebih impulsif untuk memberikan pelajaran kepada saksi korban," tutur Rudy. 

Rahmat, lanjut Rudy, juga mengakui pada malam sebelum menyerang korban tidak bisa tidur karena kepikiran atas kebencian yang memuncak.

"Sehingga tidak tenang, dengan demikian unsur dengan rencana terlebih dahulu tidak terbukti," tandas dia. (tan/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler