jpnn.com - JAKARTA—Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyayangkan sikap Kemenkominfo yang tergesa-gesa dan terkesan memaksakan diri untuk menggolkan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler, menjadi Peraturan Menteri.
"Perlu dipikirkan kembali, jangan terlalu terburu-buru. Setidaknya para operator, para ahli di bidang ICT perlu diundang untuk mendiskusikan kebijakan ini,” tutur Heru saat dihubungi wartawan, Kamis (11/9).
BACA JUGA: Bank Asing Dukung Sektor Maritim
Sebelumnya, Alexander Rusli, Presiden Direktur & CEO Indosat, juga sudah menyampaikan sikapnya yang senada dengan Heru itu.
Heru menilai bahwa sikap Kemenkominfo yang tergesa-gesa untuk mengesahkan regulasi frekuensi ini tentu akan menimbulkan dampak merugikan, khususnya bagi para operator seluler dan otomatis akan menghambat pemasukan bagi negara.
BACA JUGA: Kenaikan Tarif Angkutan Akhir Tahun
Pasalnya, kata Heru, dalam penataan frekuensi 800 Mhz ini, pemerintah tidak menyediakan guardband atau yang dikenal dengan bidang dari pita frekuensi yang berfungsi sebagai penyekat yang berakibat timbulnya kerentanan gangguan sinyal atau interferensi.
“Secara teknologi, jelas ini sangat berbahaya dimana sebagian frekuensi tidak bisa dipakai,” ujar Heru.
BACA JUGA: BI Rate Diprediksi Tetap 7,5 Persen
Lebih anjut dikatakan, pemerintah juga sebaiknya tidak mengalokasikan pita frekuensi yang rencananya akan dijadikan guardband bagi Telkom. Meskipun jatah frekuensi yang diperoleh Telkom lebih lebar dibandingkan para operator lainnya, Heru menegaskan bahwa pengalokasian tersebut hanya sia-sia saja.
“Saya melihat dampaknya dimana Telkom juga akan terpapar interferensi. Jadi ya tidak ada yang diuntungkan,” tegas Heru.
Pengamat industri telekomunikasi ini menyarankan pemerintah untuk bertindak sebagaimana mestinya, yakni sebagai wasit, bukan malah pedagang yang hanya mencari keuntungan.
“Seharusnya pemerintah mengakomodasi kepentingan para operator telekomunikasi di Indonesia,” pungkasnya.
RPM yang sudah disosialisasikan melalui konsultasi publik pada awal September 2014 ini menuai banyak kritik dari kalangan industri telekomunikasi karena draft rancangan Peraturan Menteri yang dikonsultasikan ke publik dengan substansi yang disosialisasikan dalam rapat-rapat operator dengan pihak regulator sangat berbeda.
Sebagaimana diketahui, Kemenkominfo melakukan penataan terhadap pita frekuensi radio 800 MHz untuk keperluan peningkatan layanan telekomunikasi. Tujuannya agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan masyarakat luas melalui penerapan netral teknologi, terutama manfaatnya bagi masyarakat pedesaan.
Pita frekuensi radio 800 MHz yang dimaksud dalam Rancangan Peraturan Menteri ini yaitu berada pada rentang frekuensi radio 824-835 MHz berpasangan dengan 869-880 MHz dan rentang frekuensi radio 880-890 MHz berpasangan dengan 925-935 dengan moda Frequency Division Duplexing (FDD).
Saat ini spektrum frekuensi tersebut dipakai oleh beberapa operator telekomunikasi yang memiliki produk berbasis teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) seperti Bakrie Telecom, Telkom, Smartfren, dan Indosat.
Memang sudah menjadi wacana yang panjang bagaimana operator telekomunikasi dapat mengoptimalkan frekuensi yang dimiliki mengingat teknologi CDMA sudah tidak demikian berkembang sebagaimana dahulu. (rl/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menhub: Pameran Transportasi Buka Peluang Investor
Redaktur : Tim Redaksi