Pencabulan, Mayoritas Pelaku Pacar Korban

Sabtu, 03 Agustus 2013 – 16:29 WIB

jpnn.com - SAMARINDA - Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Feby DP Hutagalung menyebut, dari puluhan kasus yang dia tangani, beberapa kasus persetubuhan karena suka sama suka. Ada juga yang melakukan dengan paksaan, yakni pemerkosaan.

Data Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Satreskrim Polresta Samarinda  menunjukkan, perkara asusila yang paling menonjol dari 2009 hingga 2012 ialah kasus persetubuhan dengan angka 54 perkara.

BACA JUGA: Pemudik Belum Terbiasa dengan e-Ticketing di Pelabuhan Merak

Disusul kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang kasusnya meningkat dari 34 kasus pada 2009 menjadi 91 laporan pada 2012. Kasus lainnya ialah pemerkosaan sebanyak 7 kasus (lihat grafis). Namun demikian, pada semester pertama tahun ini, kasus tersebut menurun. Mulai dari persetubuhan hingga KDRT.

Dari puluhan kasus persetubuhan (bukan pemerkosaan) yang ditangani Unit PPA, belasan di antaranya juga selesai dengan pendekatan persuasif kepada kedua orangtua. Dalam hal ini, misalnya, pelapor meminta kepada Unit PPA untuk membantu menjembatani niat baik mereka melangsungkan pernikahan.

BACA JUGA: Olly Tenangkan Diri di Perbatasan

Akan tetapi, beberapa di antaranya juga lanjut hingga ke meja hijau. Hal tersebut ditengarai berkaitan aib yang harus ditanggung, terlebih lagi korban di bawah umur. “Bila keberatan, kami selalu siap untuk melanjutkan kasus,” tutur Feby, seperti diberitakan Kaltim Post (grup JPNN).

Namun, kata dia, itu semua bergantung kesepakatan kedua belah pihak. Kendati demikian, dia menekankan proses hukum bagi para pelaku. Mereka harus dibuat jera sehingga tidak lagi membahayakan anak-anak. “Proses hukum terhadap para pelaku harus ditegakkan,” tuturnya.

BACA JUGA: Lonjakan Penumpang di Pelabuhan Merak Naik Drastis

Feby mengatakan, kasus pemerkosaan, kasus pencabulan, dan kasus perzinahan bisa terjadi karena kelalaian keluarga dan masyarakat. Selain itu, faktor pemicu lainnya adalah kehidupan ekonomi pelaku di bawah standar. Kasus lainnya, yakni pencabulan terhadap anak. Mayoritas korbannya berasal dari anak yang ditinggal orangtuanya karena kesibukan. Mereka biasanya hidup bersama nenek atau kerabat lain. Akibatnya, terjadi salah pergaulan akibat kesepian.

Feby menyatakan, para pelaku mayoritas adalah pacar korban. Biasanya dengan iming-iming cinta dan akan dinikahi, akhirnya terjadi pencabulan. Kasus baru terungkap setelah diketahui pihak keluarga, atau karena korbannya hamil. “Inilah yang harus ditekankan agar orangtua jangan terlalu sibuk,” jelasnya.

Feby menjelaskan, kasus lainnya seperti pemerkosaan yang ditangani di Unit PPA berujung penyesalan pelakunya. Terkadang mereka mengaku malu pada perbuatannya.  

Kasus asusila yang ditangani biasanya menekankan Pasal 81 UU No 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Nah, vonis hukuman tersebut bergantung hakim di pengadilan. “Kami hanya mencoba memberikan efek jera dan terkadang memberikan pasal berlapis sesuai kasusnya,” tutur Feby. (*/ypl/far/k1)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawa Roda Dua karena Ingin Irit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler