Pencabutan Subsidi Masih Wacana, Harga Elpiji di Kantong Suara Gerindra Sudah Meroket

Rabu, 22 Januari 2020 – 19:31 WIB
Andre Rosiade. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade menyoroti rencana pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ingin membatasi penyaluran dan penyesuaian harga liquefied petroleum (LPG) atau gas elpiji 3 kilogram.

Politikus Partai Gerindra dari daerah pemilihan Sumatera Barat itu mengatakan, meskipun pemerintah belum menerapkan kebijakan tersebut, harga gas elpiji 3 kg di beberapa daerah sudah mengalami kenaikan.

BACA JUGA: Gerindra Ingatkan Jokowi Soal Rencana Penghapusan Subsidi Pupuk

“Meski kebijakan tersebut belum ditetapkan oleh pemerintah, namun di beberapa wilayah di Indonesia harga elpiji tiga kilogram sudah mengalami kenaikan,” kata Andre saat interupsi dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (22/1).

Andre menuturkan, rata-rata kenaikan berkisar antara Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu per tabung gas. “Harga semula dibanderol sekitar Rp 20 ribu per tabung, kini bisa mencapai Rp 25 ribu sampai Rp 35 ribu per tabung,” paparnya.

BACA JUGA: Polisi Segera Kirim SPDP Kader Gerindra Penyeleweng BBM Subsidi

Dia pun memerinci bahwa kenaikan itu terjadi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat serta Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang di Sumatera Utara. Ketiga daerah tingkat dua itu merupakan basis Gerindra pada Pemilu 2019 lalu.

“Harga di sana mulai naik rata-rata gas elipiji dibanderol Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per tabung di tingkat pengecer,” ujarnya.

BACA JUGA: PKS DKI: Kader Gerindra Masuk, Pemilihan Wakil Gubernur Langsung Lancar

Andre menuturkan, rencana kebijakan pemerintah ini tidak hanya menimbulkan kepanikan di masyarakat. Menurutnya, skema distribusi tertutup yang diwacanakan pemerintah patut dikritisi. Ia mengingatkan, pada awal upaya migrasi dari minyak tanah ke elpiji pada 2004, distribusi dilakukan dengan skema tertutup.

Menurut dia, saat itu pemerintah menerbitkan kartu kendali. Namun, dalam pelaksanaannya distribusi kartu kendali tidak berfungsi sesuai tujuannya. Distribusi pun dilakukan terbuka. Artinya, tegas Andre, siapa pun bisa dan boleh membeli elpiji 3 kg.

Dalam kondisi itu, banyak pengguna gas elpiji 12 kg turun kelas menjadi pengguna 3 kg. “Berdasar catatan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), pengguna yang turun kelas sekitar 15 persen sampai 20 persen. Akibatnya subsidi gas elpiji tiga kilogram tidak tepat sasaran karena banyak kelompok mampu bisa membeli gas elpiji tiga kilogram,” katanya.

Dia memahami pemerintah terus berusaha menekan angka subsidi energi di APBN agar dapat seimbang dan tepat sasaran. Selain itu, agar dana pengalihan subsidi tersebut dapat digunakan di sektor yang lebih produktif.

Namun, kata Andre, pembahasan terkait pengaturan ulang atas pemberian subsidi harus melibatkan banyak pemikiran dan instansi seperti DPR.

Pemerintah dan DPR sudah menyepakati anggaran subsidi gas 3 kg dan telah disahkan di paripurna DPR. Karena itu, pemerintah tidak bisa secara sepihak mengubahnya, sebab hal itu berpotensi melanggar undang-undang.

Andre mendesak pimpinan dan anggota pada sidang paripurna mengirimkan surat kepada pemerintah agar rencana mengalihkan subsidi itu tidak diteruskan dan dibatalkan saja.

Sebab, setiap kebijakan yang akan diputuskan apalagi berdampak terhadap kehidupan ekonomi, sosial, dan masyarakat, harus diperhitungkan secara cermat. “Pemerintah harus menghentikan wacana ini dulu,” pungkas Andre. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler