Pencoblosan Ulang di Tiga Provinsi

Setelah 15 Juli Pencoblosan Ulang Dilarang

Senin, 14 Juli 2014 – 07:36 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pemilu presiden (Pilpres) 2014 diwarnai dengan pencoblosan ulang. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memastikan terdapat tiga provinsi yang harus melaksanakan pencoblosan ulang, yakni, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Barat.

Pencoblosan ulang tersebut dikarenakan anggota kelompok penyelenggaraan pemilu (KPPS) yang teledor.
    
Sesuai data yang diterima Jawa Pos, pencoblosan ulang di empat provinsi itu terdiri dari Bekasi di satu TPS, Cianjur di empat TPS, Indramayu satu TPS, Majalengka satu TPS, Bantul tiga TPS, Kulon Progo dua TPS, Bukittinggi satu TPS, dan terakhir Padang dengan dua TPS.
    
Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron menuturkan, memang terdapat pencoblosan ulang di sejumlah provinsi di Indonesia. Pencoblosan ulang itu telah diatur undang-undang agar penyelenggara pemilu patuh terhadap aturan atau prosedur yang ada. "Pencoblosan ini sesuai prosedur," paparnya.
    
Penyebab pencoblosan ulang ini bermacam-maca, diantaranya pencoblosan yang dilakukan lebih dari sekali dan pencoblosan yang dilakukan orang yang tidak berhak. Hal tersebut membuat surat suara yang tidak sah itu bercampur dengan surat suara yang sah. "Artinya, ada ketidakjelasan sebagai akibat pencoblosan yang tidak sah itu," terangnya.
    
Ironisnya, kesalahan tersebut membuat pencoblosan ulang harus dilakukan dalam satu TPS. Walau, hanya ada satu kesalahan dalam pencoblosan, seperti halnya yang terjadi di Yogyakarta yang terdapat dua surat suara dalam satu lipatan.

BACA JUGA: Pernyataan Burhanudin Mestinya Dimaknai Positif

Kejadian itu membuat salah satu pemilih memilih dua kali. "Walau hanya ada dua surat suara yang bermasalah, tapi seluruh TPS itu harus diulang, ini untuk memperbaikinya," tututnya.
    
Untuk ketersediaan logistik pencoblosan ualng itu, KPU sebenarnya telah mengantisipasinya. Yakni menggunakan surat suara cadangan yang jumlahnya seribu di setiap kabupaten. "Surat suaranya menggunakan cadangan, pencoblosan ulang sudah berjalan cukup lancar," tuturnya.
    
Pencoblosan ulang ini, lanjut dia, harus menjadi pelajaran berharga untuk penyelenggara pemilu agar menjalankan prosedur pilpres dengan benar. Sebab, kepatuhan terhadap proses pemilu menjadi kuncinya. "Memang rata-rata pencoblosan ulang terjadi karena penyelenggara pemilu tidak patuh," paparnya.
    
Selain itu juga bisa jadi karena sumber daya manusia (SDM) penyelenggara pemilu, dia mengatakan, pemilih tidak akan berani untuk menggunakan haknya jika memang tidak diberikan penyelenggara pemilu. "SDM-nya tentu harus diperbaiki," tuturnya
    
Yang jauh lebih penting lagi, Bawaslu pusat memberikan tenggat waktu untuk pelaksanaan pencoblosan ulang. Jadi, pencoblosan ulang hanya boleh digelar paling lama seminggu setelah 9 Juli.

"Bawaslu provinsi dan panwaslu kota tidak boleh merekomendasikan pencoblosan ualng setelah seminggu dari pilpres. Ini untuk mencegah adanya motivasi-motivasi tertentu," tegasnya.
    
Menurut dia, jika pencoblosan dilakukan lebih dari seminggu atau lebih dari 15 Juli, ada kemungkinan fakta-fakta yang ada telah kabur. Sehingga, pencoblosan ulang justru bisa dimanfaatkan untuk kepenting salah satu pihak.

BACA JUGA: DPR Berharap Lembaga Terkait Dukung Putusan KPI

"Ini jelas pelanggaran, kami tindak tegas untuk yang menggelar pencoblosan lebih dari seminggu," ujarnya.
    
Kendati begitu, pencoblosan ualng itu merupakan hal yang wajar. Bahkan, sebenarnya pencoblosan ulang pada pilpres 2014 tidak semasif pada pileg 2014. Dia mengatakan, karena ini hanya dua pasangan, maka menjadi lebih mudah dan sederhana. "Pileg itu lebih banyak dan dengan masalah yang lebih komplek," jelasnya.
    
Sementara itu Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak menuturkan, pencoblosan ulang ini juga harus digelar secepatnya. Kalau tidak bisa mempengaruhi proses rekapitulasi suara yang dijadwalkan sejak 10 Juli hingga 22 Juli. "Penyelenggara pemilu jangan lambat," tuturnya.
    
Penyelenggara pemilu di daerah dan panwaslu harus bekerjasama agar tidak terjadi masalah kembali dalam pencoblosan ulang ini. Dia mengatakan, petugas harus lebih teliti, kalau tidak bisa bermasalah kembali. "Ketelitian ini harus ditingkatkan," paparnya.
    
Daniel menambahkan, memang ada pengaruh dengan proses rekapitulasi, tapi yang jelas rekapitulasi suara di kabupaten atau kota yang terdapat pencoblosan ulang harus menunggu. Walau, melewati jadwal rekapitulasi, TPS yang mencoblos ulang ini harus mendapat prioritas. "Jangan sampai ditinggalkan," ujarnya.
       
Dugaan pelanggaran saat coblosan pilpres juga menyentuh sejumlah TPS di ibukota. Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta merekomendasikan coblos ulang di 16 tempat pemungutan suara (TPS). Kebijakan itu diambil karena proses coblosan 9 Juli lalu diindaksikan diwarnai kecurangan.
       
Menanggapi pemilu ulang tersebut, Wakil Koordinator IT Tim Pemenangan Jokowi-JK, Enggartiasto Lukito meyakini proses tersebut akan memberi efek positif terhadap pihaknya. Dia kemudian mencontohkan, hasil pemilu ulang yang dilaksanakan di salah satu TPS di Indramayu, Jawa Barat.
       
Berdasar laporan yang masuk, dia mengungkapkan, kalau perolehan suara Jokowi-JK relatif tetap di TPS tersebut. Di sisi lain, lanjut dia, suara untuk pasangan Prabowo-Hatta justru berkurang sekitar 50 suara.

"Meski kami belum mendapat data semua titik yang dilakukan pemilu ulang, namun kami meyakini secara umum akan memberi hal positif," kata Enggartiasto saat dihubungi.
       
Masih didasarkan pada hasil di Indramayu tersebut, dia menyindir, kalau indikasi adanya manipulasi hasil pilpres selama ini menjadi semakin kuat. Dia menyatakan, lima puluh suara yang berkurang tersebut bisa jadi sejak awal memang tidak ada orangnya. "Tapi, ini masih indikasi, semoga tidak benar terjadi," tandasnya.
       
Meski demikian, di sisi lain, dia juga mengingatkan kepada seluruh saksi dan relawan Jokowi-JK untuk semakin meningkatkan kewaspadaan mengawal proses rekapitulasi suara secara umum.

BACA JUGA: Lembaga Survei Kredibel tak Asal-asalan Bikin Quick Count

Artinya, proses rekap yang saat ini masih berlangsung dari PPS (panitia pemungutan suara) di tingkat desa menuju PPK di tingkat kecamatan harus diawasi dengan serius.

"Jangan sampai ada angka yang berubah, di semuanya, bukan hanya di tempat yang dilakukan pemilu ulang," tandas Enggar. (idr/dyn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BAKN Hilang, Pengawasan DPR Makin Lemah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler