Selain itu, kata Neta, masalah gizi ibu hamil terparah juga terjadi di Aceh, seperti pada kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, dan Kota Banda Aceh. Kondisi kesehatan yang dialami kaum ibu ini, yakni mengalami anemia atau kekurangan zat besi.
“Kondisi kekurangan gizi ini, bukan saja berkaitan dengan persoalan kemiskinan semata, namun lebih minimnya pengetahuan atau ketahanan pangan masyarakat,” jelas Neta.
Berdasarkan data yang ada, dari 200 ribu balita Aceh, kini menghadapi masalah gizi buruk. Sebagian besar diantaranya sudah sampai pada tahap yang semakin mengkhawatirkan. “Artinya, kalau masalah ini tidak segera ditanggulangi, maka akan banyak balita di Aceh yang tumbuh bodoh dengan ancaman kehabisan generasi di masa mendatang,” klaim Suak Aceh.
Hasil Kajian Lembaga Swadaya Masyarakat ini, masalah kekurangan gizi tersebut, sama dengan kelaparan. karena asupan gizi seperti karbohidrat dan protein yang sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan serta perkembangan seorang anak. Masalahnya, kebutuhan itu tidak mencukupi diperoleh.
Padahal, Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang merupakan program Pemerintah Aceh, dapat dinilai sebagai bualan semata atau tidak memberikan hasil maksimal. Tidak bisa dipungkri masyarakat memang sangat membutuhkan pelayanan kesehatan gratis, tapi penanganan gizi buruk anak-anak Aceh jauh lebih penting.
Sebab Aceh terancam akan kehilangan generasi yang berkualitas dimasa depan.“Generasi yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi kurang gizi atau gizi buruk akan sulit bersaing dengan anak yang mencukupi asupan gizinya. Dan Pemerintah Aceh harus segera memberikan perhatian yang serius terhadap 208.000 balita Aceh yang telah mengalami gizi buruk,” ujar Neta.
Gizi buruk bertalian erat dengan kemiskinan. Jika demikian halnya, pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan ZIKIR segera mengevaluasi pelaksanaan program pengentasan kemiskinan yang sedang berlangsung ditengah masyarakat.(*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Berdoa untuk Kabupaten Baru
Redaktur : Tim Redaksi