Penderita Thalassemia Hanya Bisa Bertahan 30 Tahun

Selasa, 11 Juni 2013 – 06:35 WIB
BOGOR - Ratusan anak-anak DAN orang tua meramaikan perayaan hari Thalasemia sedunia, sekaligus perayaan Perhimpunan orang tua penderita thalassaemia Indonesia (POPTI) Cabang Bogor yang ke-2 di Balaikota Bogor, kemarin.

Puluhan anak-anak penderita penyakit yang disebabkan pembentukan hemoglobin yang tidak normal itu, nampak senang dan bahagia mengikuti berbagai acara yang di gagas POPTI. Di Kota Bogor hingga tahun ini tercatat 400 anak yang menderita penyakit Thalassemia.

Ketua POPTI Bogor Robby kurniawan mengatakan, Thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik. Thalasemia terjadi karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin, sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah yang normal.

Menurutnya, penderita thalasemia pada umumnya, mengalami penumpukan zat besi pada organ tubuhnya. Penumpukan zat besi itu karena sel darah merah yang rusak itu meninggalkan zat besi dalam tubuh.

Dalam kondisi normal, katanya, zat besi ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk sel darah merah baru yang diproduksi oleh tubuh. Akan tetapi, karena tubuh memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah, maka terjadi penumpukan zat besi di hampir seluruh organ tubuh.

“Penyakit ini, bukan disebarkan oleh virus atau bakteri. Tetapi melalu genetik,” katanya kepada Radar Bogor (Grup JPNN), kemarin.

Dia menyebutkan, karena penumpukan zat besi yang berlebihan itu mengakibatkan beberapa penderira penyakit Thalasemia kulitnya menghitam. “Jadi kondisi mereka gampang sakit, pertumbuhannya melambat, akibat sel darah merah yang tidak bisa berproduksi optimal,” bebernya.

Senada disampaikan Humas POPTI Bogor Iwan Arief Budiman, bahwa masih banyak masyarakat yang belum paham tentang penyakit Thalasemia. Pihaknya terus melakukan sosialisasi mengenai penyakit langka ini.

“Harapan hidup penderita penyakit ini, menurut beberapa penelitian, hanya bisa mencapai 25 hingga 30 tahun masa hidupnya,” katanya.

Maka, kata dia, sangat penting pemahaman dan pengetahuan masyarakat secara dini tentang persebaran dan penyebab penyakit Thalasemia. Penyakit ini, sangat identik dengan genetika sehingga disebarkan melalui gen.

“Jadi, sebelum menikah pemeriksaan kesehatan itu sangat penting, untuk mengurangi persebaran penyakit itu,” jelasnya.

Dia menilai, Kota Bogor merupakan salah satu kota terbaik di Indonesia yang memfasilitasi para penderita Thalasemia dibandingkan dengan kota-kota lainnya.

“Selain merupakan penyakit langka, penyakit ini juga membutuhkan biaya yang cukup besar yakni bisa mencapai 9 juta dalam proses pengobatannya,” paparnya.

Dia menambahkan, masih banyak puskesmas dan Rumah Sakit (RS) yang notabenenya sebagai tempat pelayanan kesehatan, masih kebingungan menangani penderita penyakit Thalasemia.

“Karena, harus ada alat khusus dan banyak juga, pihak puskesmas yang belum mengetahui gejalanya,” ujarnya.

Pengidap penyakit Thalasemia juga harus melakukan transfusi darah setiap dua atau tiga minggu sekali, tergantung tingkat keparahannya. Transfusi dilakukan, karena tubuh pasien sama sekali tidak dapat memproduksi sel darah merah.(rp3/c)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alasan Ekonomi, Angka Perceraian Terus Meningkat

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler