JAKARTA - Pendapat menarik disampaikan Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala terkait kasus penipuan melalui Facebook yang dialami Pendeta Dame Saulina Lumban Gaol, dengan kerugian sebesar Rp290 juta.
Adrianus menduga, pendeta yang menjadi korban itu belum lama membuat akun Facebook. Indikasinya, Pendeta Dame dengan gampang memercayai 'kawan' di dunia maya.
Menurut pria bergeral profesor yang juga anggota Kompolnas itu, jika seseorang sudah lama 'bermain' di dunia maya seperti FB, maka dia sudah paham bahwa sarana jejaring sosial itu marak menjadi ajang penipuan.
"Saya menduga pendeta itu masih tergolong new comer di FB sehingga gampang tertipu," ujar Adrianus kepada JPNN, Selasa (11/6).
Seperti diberitakan, Kamara Kelvin (28) warga Sierra Leone (Afrika Barat) berhasil memperdaya Pendeta Dame Saulina Lumban Gaol. Pria yang mengaku sebagai pesepakbola dan pernah bermain di klub PSPS Pekanbaru Riau ini berhasil menipu pendeta Gereja Bethel Tabernakel Medan Denai dengan transaksi sebesar Rp290 juta.
Modus kejahatan, mengaku akan membantu pelayanan gereja yang terletak di Jalan Bangun Sari IV Kecamatan Medan Denai itu. Dalam aksinya, Kamara dibantu dua rekannya.
Beruntung, polisi bisa membekuk Kamara di kediamannya di Taman Diponegoro No 183 Taman Hijau Lippo, Karawaci, Tangerang, Jumat (7/6) malam.Pada malam yang sama, polisi juga membekuk Nina Safitri alias Henny Amel Alias Lina Putri (30).
Sementara seorang lagi, yang dianggap sebagai otak pelaku, Papson warga negera Afrika tidak berhasil dibekuk. Namun, Polresta Medan sudah menerbitkan Daftar Pencari Orang (DPO).
Adrianus menjelaskan, pengguna FB yang mudah tertipu sebenarnya sangat kasuistis. Disebutkan, saat ini ada sekitar 60 juta warga Indonesia yang melek internet. Dan yang kena tipu, jumlahnya langka.
Dijelaskan pengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu, pengguna internet awalnya lebih suka membuka situs-situs porno, main game, atau mendown load lagu-lagu.
Setelah bosan dengan gambar-gambar porno, pengguna internet pemula itu beralih ke soal-soal serius seperti membaca berita-berita.
"Setelah itu, baru buka akun FB, twitter. Pada tahap ini baru bisa disebut melek internet. Nah, pendeta itu saya kita new comer, belum lama bikin akun FB," kata Adri, panggilan akrabnya.
Ini mirip penipuan 'mama minta pulsa' yang marak lewat SMS. Orang yang sudah lama punya Hp, kata dia, sudah cuek dengan model-model penipuan itu, termasuk tidak tergiur jika menerima SMS pengumuman mendapatkan hadiah. Tapi bagi yang belum lama punya Hp, begitu menerima SMS semacam itu, tidak langsung mengerti bahwa itu penipuan bahkan menjadi korban penipuan.
Terkait dengan pelaku penipuan dengan korban si pendeta itu, Adri menilai pelakunya masih kategori ecek-ecek. Buktinya, dia gampang dibekuk karena berkomunikasi dengan korban lewat ponsel. "Bagi polisi, itu sepele, gampang ditangkap," kata dia.
Kemungkinan lain, pelaku juga menggunakan jasa warnet saat membuka FB untuk berkomunikasi dengan korban. Karenanya, polisi gampang melacak keberadaan pelaku.
Pasalnya, dengan mudah polisi akan menemukan alamat internet protokol (IP Address) milik pelaku. Tim polisi siber akan dengan mudah mendapatkan IP Address pelaku dari perusahaan penyedia jasa internet (internet service provider/ISP).
"Kalau pelakunya profesional, dia akan menggunakan warnet yang jauh sekali dari tempat tinggalnya. Dia menggunakan warnet cukup dua tiga jam saja, setelah itu pergi. Saat polisi datang, pelaku sudah tidak ada di tempat, sudah jauh," ujar Adri. (sam/jpnn)
Adrianus menduga, pendeta yang menjadi korban itu belum lama membuat akun Facebook. Indikasinya, Pendeta Dame dengan gampang memercayai 'kawan' di dunia maya.
Menurut pria bergeral profesor yang juga anggota Kompolnas itu, jika seseorang sudah lama 'bermain' di dunia maya seperti FB, maka dia sudah paham bahwa sarana jejaring sosial itu marak menjadi ajang penipuan.
"Saya menduga pendeta itu masih tergolong new comer di FB sehingga gampang tertipu," ujar Adrianus kepada JPNN, Selasa (11/6).
Seperti diberitakan, Kamara Kelvin (28) warga Sierra Leone (Afrika Barat) berhasil memperdaya Pendeta Dame Saulina Lumban Gaol. Pria yang mengaku sebagai pesepakbola dan pernah bermain di klub PSPS Pekanbaru Riau ini berhasil menipu pendeta Gereja Bethel Tabernakel Medan Denai dengan transaksi sebesar Rp290 juta.
Modus kejahatan, mengaku akan membantu pelayanan gereja yang terletak di Jalan Bangun Sari IV Kecamatan Medan Denai itu. Dalam aksinya, Kamara dibantu dua rekannya.
Beruntung, polisi bisa membekuk Kamara di kediamannya di Taman Diponegoro No 183 Taman Hijau Lippo, Karawaci, Tangerang, Jumat (7/6) malam.Pada malam yang sama, polisi juga membekuk Nina Safitri alias Henny Amel Alias Lina Putri (30).
Sementara seorang lagi, yang dianggap sebagai otak pelaku, Papson warga negera Afrika tidak berhasil dibekuk. Namun, Polresta Medan sudah menerbitkan Daftar Pencari Orang (DPO).
Adrianus menjelaskan, pengguna FB yang mudah tertipu sebenarnya sangat kasuistis. Disebutkan, saat ini ada sekitar 60 juta warga Indonesia yang melek internet. Dan yang kena tipu, jumlahnya langka.
Dijelaskan pengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu, pengguna internet awalnya lebih suka membuka situs-situs porno, main game, atau mendown load lagu-lagu.
Setelah bosan dengan gambar-gambar porno, pengguna internet pemula itu beralih ke soal-soal serius seperti membaca berita-berita.
"Setelah itu, baru buka akun FB, twitter. Pada tahap ini baru bisa disebut melek internet. Nah, pendeta itu saya kita new comer, belum lama bikin akun FB," kata Adri, panggilan akrabnya.
Ini mirip penipuan 'mama minta pulsa' yang marak lewat SMS. Orang yang sudah lama punya Hp, kata dia, sudah cuek dengan model-model penipuan itu, termasuk tidak tergiur jika menerima SMS pengumuman mendapatkan hadiah. Tapi bagi yang belum lama punya Hp, begitu menerima SMS semacam itu, tidak langsung mengerti bahwa itu penipuan bahkan menjadi korban penipuan.
Terkait dengan pelaku penipuan dengan korban si pendeta itu, Adri menilai pelakunya masih kategori ecek-ecek. Buktinya, dia gampang dibekuk karena berkomunikasi dengan korban lewat ponsel. "Bagi polisi, itu sepele, gampang ditangkap," kata dia.
Kemungkinan lain, pelaku juga menggunakan jasa warnet saat membuka FB untuk berkomunikasi dengan korban. Karenanya, polisi gampang melacak keberadaan pelaku.
Pasalnya, dengan mudah polisi akan menemukan alamat internet protokol (IP Address) milik pelaku. Tim polisi siber akan dengan mudah mendapatkan IP Address pelaku dari perusahaan penyedia jasa internet (internet service provider/ISP).
"Kalau pelakunya profesional, dia akan menggunakan warnet yang jauh sekali dari tempat tinggalnya. Dia menggunakan warnet cukup dua tiga jam saja, setelah itu pergi. Saat polisi datang, pelaku sudah tidak ada di tempat, sudah jauh," ujar Adri. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bayi Lahir di Kloset, Tali Pusar Dipotong Pakai Kuku
Redaktur : Tim Redaksi