Aliansi bernama Activate Australia Skills (AAS) merilis sebuah laporan yang menemukan kalau 44 persen migran pekerja terampil di Australia malah bekerja dengan upah rendah, atau melakukan pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan tertentu.

Padahal dua pertiga dari mereka datang ke Australia lewat program pekerja terampil yang digagas oleh pemerintah Australia.

BACA JUGA: Pemilik Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Minta Lebih Diperhatikan

Aliansi yang terdiri dari 50 kelompok bisnis dan serikat pekerja tersebut menemukan pengakuan keterampilan dii Australia seringkali dilakukan dengan lambat atau secara sembarangan oleh sejumlah badan industri.

Akibatnya setengah juta migran terampil yang masuk ke Australia malah tidak mendapat pekerjaan di bidangnya, padahal pekerjaan mereka sangat dibutuhkan saat ini.

BACA JUGA: Apakah Bentrokan Indonesia dengan Kapal Tiongkok di Laut China Selatan Pertanda Konflik?

Tak terkecuali migran terampil asal Indonesia. 

Indah Melindasari, salah satu agen imigrasi asal Indonesia yang berbasis di negara bagian Australia Barat mengatakan banyak kliennya, yang juga warga negara Indonesia, mengalami tantangan dalam pengakuan kualifikasi keterampilan dan kesulitan memasuki dunia kerja di Australia.

BACA JUGA: Jenazah WHV Asal Indonesia Belum Dipulangkan, Penyebab Kecelakaan Masih Diselidiki

"Banyak yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja di Indonesia, namun ketika tiba di Australia kualifikasi mereka sering tidak diakui oleh institusi atau badan terkait di Australia," kata Indah.

Kepala eksekutif Settlement Services Australia, Violet Roumeliotis AM, menggagas sebuah kampanye agar pemerintah Australia mengambil alih proses pengakuan keterampilan.

"Ada insinyur dan dokter yang mengemudikan kendaraan [sejenis Uber] atau bekerja menumpuk barang-barang," katanya.

"Ada perawat yang sudah bekerja selama bertahun-tahun di negara lain, tapi di Australia mereka bekerja sebagai pembersih, mereka bekerja di ritel atau perhotelan," jelasnya.

Kampanye baru ini didukung oleh para pengusaha seperti Allianz dan MercyCare, kelompok bisnis seperti Masterbuilders, Australian Council of Social Service, dan Australian Council of Trade Unions.Fisioterapi yang menjadi penyapu lantai

Untuk bisa menemui fisioterapi, warga di Australia bisa menunggu berbulan-bulan. Alasannya karena Australia kekurangan tenaga fisioterapis. 

Tapi saat ada fisioterapi dengan pengalaman 10 tahun seperti Antonio Michell yang berasal dari Chile, ia malah bekerja sebagai pengemudi transportasi umum dan menyapu lantai.

Setelah pindah ke Sydney pada tahun 2018, lulus dari beberapa ujian, serta mengeluarkan sekitar A$10.000 untuk biaya ujian dan biaya perjalanan, pria berusia 38 tahun tersebut masih menunggu Australia untuk mengakui kualifikasi keterampilannya.

Padahal Australia saat ini sedang kekurangan tenaga fisioterapi, menurut lembaga Skills Priority List.

"Saya sudah menghabiskan banyak waktu dengan orang-orang di kawasan regional yang menunggu berbulan-bulan agar bisa bertemu dengan fisioterapi," katanya kepada ABC.

"Di saat yang sama, saya bekerja menyapu lantai di lokasi konstruksi bangunan."

"Perasaan tidak dianggap dari sudut pandang profesional cukup mengecewakan."Biaya yang mahal dan waktu yang lama

Antonio sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menabung hingga mencapai AU$7.585, yang ia butuhkan agar keahliannya diakui oleh lembaga Australian Physiotherapi Council. 

Bahkan untuk melakukannya, ia harus terbang ke Melbourne sebanyak tiga kali untuk mengikuti sejumlah penilaian dan ujian praktik.

Meski ia sudah berpengalaman merawat 50.000 pasien di Chili, ia tetap dianggap sebagai pemula di Australia dengan kualifikasi seperti halnya lulusan baru dari perguruan tinggi.

"Saya akan mulai di posisi tingkat pemula," katanya.

"Mungkin sudah terlambat bagi saya, setelah delapan tahun tidak bekerja sebagai dokter," ujarnya.

Keluhan sistem penyetaraan keterampilan yang mahal dan memakan waktu juga dituturkan Indah.

Ia menyebut beberapa profesi seperti insinyur, akuntan, dan tenaga kesehatan, membutuhkan waktu yang relatif tak sebentar dalam menjalani assessment kualifikasi keterampilan dari badan yang diakui pemerintah Australia, seperti Engineers Australia atau Australian Nursing and Midwivery Accreditation Council (ANMAC).

"Bisa memakan waktu berbulan-bulan, dengan biaya yang cukup besar, tapi tidak menjamin pengakuan kualifikasi," kata Indah.  Tata kelola nasional untuk pengakuan keterampilan

Lembaga Australian Physiotherapy Council mempercepat beberapa negara yang menurut mereka memiliki standar pendidikan yang sama dengan Australia, seperti Inggris, Kanada, dan Afrika Selatan.

Violet dari Settlement Services Australia, mengatakan aliansi Activate Australia Skills (AAS) ingin agar ada sistem tata kelola nasional untuk pengakuan keterampilan luar negeri. 

Seperti portal daring yang menjelaskan secara rinci pelatihan apa yang dibutuhkan, dan ombudsman yang mengawasi regulasi. 

Aliansi tersebut juga menginginkan sistem pinjaman untuk pendidikan, yang mirip dengan skema HECS untuk mahasiswa lokal di Australia, sehingga dapat membantu para migran membayar persyaratan pelatihan dan pendaftaran yang "sangat mahal".

"Kami memiliki pekerja yang sangat terampil di sini yang siap bekerja," katanya.

"Kami hanya perlu mengaktifkan kelompok tersebut dan mencocokkannya dengan kekurangan keterampilan, karena hal itu akan meningkatkan produktivitas."

Dalam bidang kesehatan, empat dari lima pekerjaan mengalami kekurangan dan hampir 200 klinik dokter umum tutup di Australia pada tahun lalu, kata laporan AAS.

Semua jenis pekerjaan di bidang konstruksi mengalami kekurangan tenaga secara nasional, namun 18.400 migran di Australia dengan kualifikasi arsitektur dan bangunan kurang dimanfaatkan.

Menteri Keterampilan Australia Andrew Giles mengatakan pemerintah sudah menyediakan AU$1,8 juta dalam anggaran terakhir untuk "menyederhanakan" proses penilaian keterampilan bagi pekerja konstruksi. 

Tapi fokus pemerintah Australia malah kebalikannya, yakni memberikan keterampilan kepada warga Australia untuk mengisi kekurangan.

"Pemerintah PM Albanese ingin melihat lebih banyak warga Australia mengisi peran penting tersebut, itulah sebabnya kami bekerja sama dengan negara bagian dan teritori untuk meningkatkan sektor VET kami melalui National Skills Agreement dan untuk menghilangkan hambatan finansial untuk belajar melalui program Fee Free TAFE Program," katanya.

Diproduksi oleh ABC Indonesia dari laporan ABC News dengan laporan tambahan oleh Billy Adison.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Ratusan Warga Sudan Meninggal Akibat Serangan Paramiliter

Berita Terkait