Pendiri NII Crisis Center Bandingkan FPI dan Taliban, Begini

Senin, 23 Agustus 2021 – 18:07 WIB
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan. Foto: Ist for jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan membandingkan Front Pembela Islam (FPI) dengan Taliban di Afghanistan.

Dia bersyukur FPI di Indonesia telah dibubarkan meski masih mencoba muncul kembali dengan nama dan organisasi baru.

BACA JUGA: Mengharukan! Bernazar ke Makam Ayah Menggunakan Seragam Taruna Akmil AD

Menurut Ken, FPI dan Taliban sejatinya akidahnya bagus yaitu ahlusunah waljamaah.

"Namun, karena para pimpinan mereka salah bergaul dan terkontaminasi dengan kelompok salafi wahabi, di Indonesia contohnya HTI dan Ikhwanul Muslimin Indonesia, akhirnya secara wawasan kebangsaan mereka turut berubah menjadi radikalisme atas nama agama," ujar Ken dalam keterangannya, Senin (23/8).

BACA JUGA: Hmm.., Jadi ini Alasan Pasangan Suami Istri Tak Ingin Punya Anak

Ken memaparkan hampir semua teroris di Indonesia itu berideologi latar belakang NII dan Salafi Wahabi.

Bagi mereka, dalam bernegara harus menggunakan syariat Islam atau hukum Islam.

BACA JUGA: Penting! Daerah Tetap Fokus Tekan Stunting Meski COVID-19 Melanda

"Bila tetap memakai hukum KUHP yang bersumber dari Pancasila, mereka akan tetap memerangi pemerintahan siapapun presidennya," ucap Ken.

Mantan teroris ini kemudian menjelaskan apa yang dimaksud radikalisme atas nama agama.

Menurutnya, itu sebuah paham keagaman atau pemikiran orang suatu kelompok yang kecewa terhadap kondisi pemerintah saat saat ini.

Karena menganggap pemerintahan dan produk hukum dianggap tidak berhukum Islam.

Mereka ingin mengubahnya dengan cara yang keras dan drastis tanpa mengikuti prosedur hukum dan konstitusi.

"FPI dan Taliban sama sama sama selalu meneriakkan penegakan Islam secara kaffah, bercita cita menjadikan negara makmur dinaungi satu pemimpin atau kholifah yang amanah dari kelompok mereka walapun faktanya di lapangan sering didapati antara tujuan dan realitas sangat berbeda," katanya.

Ken menyebut kedua kelompok ini sama sama menggunakan politisasi agama, sering melakukan sweeping.

Bedanya, Taliban sweeping menggunakan senjata, langsung eksekusi.

Sementara FPI sebelum dibubarkan melakukan sweeping dan demo menggunakan pentungan.

"Kalau dipegangin senjata api seperti Taliban, FPI sepertinya akan lebih sadis. Faktanya, banyak pengurus dan anggota FPI ditangkap Densus 88 dengan tuduhan pasal terorisme," katanya.

Ken kemudian menyebut hasil politisiasi agama FPI yang berhasil beberapa waktu lalu pada sebuah pemilihan kepala daerah.

Dia merasa malu karena politisasi agama ketika itu menggunakan cara cara yang kotor.

Sampai tempat ibadah dan jenazah pendukung paslon berbeda tidak boleh disalatkan di masjid tertentu.

Ken mengapresiasi langkah pemerintah yang akhirnya membubarkan organisasi FPI dan HTI di Indonesia.

Meski setelah dibubarkan mereka mencoba muncul kembali dengan organisasi baru, paling tidak sudah ada keseriusan dalam menindak ormas radikal yang meresahkan.

"Mereka itu ibarat ganti baju, tetapi tidak mandi, jadi bau dan keberadaannya masih ada dan terasa. Aktor intelektual di belakang layar dengan istilah 3C. Siapa mereka, cari jawaban sendiri," ucapnya.

Ken menilai pemerintah dalam hal ini juga perlu membuat regulasi yang melarang dan menindak organisasi atau kelompok pengusung khilafah di Indonesia.

"Khilafah itu kan sama saja dengan membuat pemerintahan dan pemimpin baru di dalam sebuah negara, itu sama saja makar," katanya.

Menurutnya, kelompok pengasong khilafah masih bebas menyebarkan pahamnya atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat.

"Ini kelemahannya karena belum ada regulasi yang mengatur tentang pelarangan mereka," katanya.

Ken juga menegaskan, NKRI sudah final dengan Pancasila dan keberagaman dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.

Jika ingin tetap aman, damai dan kondusif, Ken menyebut penting semua pihak menjaga Indonesia bersama-sama.

Jangan sampai muncul pihak tertentu yang ingin mengubahnya dengan ideologi lain.

Menurut Ken, kelompok dan pendukung radikalisme cenderung aktif dan dapat panggung di mana mana, sementara yang mayoritas moderat nasionalis diam membiarkanya.

"Jika yang waras diam, maka kelompok Taliban Indonesia ini tidak mustahil akan berkuasa," pungkas Ken.(gir/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler