jpnn.com, JAKARTA - Dalam kehidupan nyata ternyata ada pasangan suami istri yang tidak ingin punya anak.
Menurut psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener, terdapat beberapa faktor penyebab mengapa hal tersebut terjadi.
BACA JUGA: Pilot yang Mengevakuasi WNI dari Kabul Berbagi Pengalaman, Menegangkan!
Antara lain, karena faktor finansial. Mereka merasa belum mumpuni untuk mencapai kualitas hidup lebih baik.
"Ada juga karena penyakit bawaan atau kronis, kesiapan menjadi orang tua, informasi atau wawasan seputar pernikahan dan membentuk keluarga yang simpang siur, trauma masa kecil, dan lainnya," ujar Samanta dalam keterangannya, Senin (23/8).
BACA JUGA: Panglima TNI Perintahkan Pelacakan Masif di Klaten
Menurut Samanta, faktor kesiapan secara mental juga bisa mempengaruhi keputusan untuk tidak punya anak, terutama di masa pandemi yang penuh dengan ketidakpastian.
"Jika keputusan untuk chilfree karena ada faktor kesehatan mental maka perlu memahami bahwa healing is possible, sehingga jika di kemudian hari setelah proses healing selesai ingin memiliki anak ini mungkin dilakukan."
BACA JUGA: Waspadai Penyakit Berbahaya ini Pada Anak, Jangan Dipijat!
"Begitu pula jika karena faktor finansial, menunda memiliki anak hingga dirasa kondisi finansial mumpuni juga dapat dilakukan secara bijak," imbuhnya.
Ketika disinggung mengenai dampak pilihan childfree, seperti misalnya mempengaruhi alasan pasangan untuk bercerai, Samanta mengatakan hingga saat ini alasan perceraian belum ada data yang menyebutkan karena alasan tersebut di Indonesia.
"Meskipun tidak menutup kemungkinan jika di kemudian hari bisa saja ini menjadi pemicu keretakan hubungan pernikahan, karena adanya perubahan keinginan, misalnya setelah 10 tahun menikah yang di awal sepakat childfree tetapi seiring berjalannya waktu salah satu pasangan jadi ingin memiliki anak," katanya.
Namun, yang terpenting, menurut Samanta, keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak merupakan sesuatu yang harus dipikirkan secara matang oleh kedua belah pihak.
"Tidak memiliki anak merupakan pilihan yang perlu matang dipertimbangkan dan disepakati bersama sehingga tidak ada pihak yang terpaksa, dalam hal ini suami dan istri," kata Samanta.
"Sejatinya, dalam menjalani pernikahan memang perlu direncanakan segala sesuatunya secara matang untuk visi dan misi menjalin hubungan pernikahan dan membentuk keluarga yang harmonis serta sejahtera," pungkas Samanta.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang