Pendukung Anies Baswedan Dinilai Lebih Pintar Memilih Narasi

Minggu, 26 Januari 2020 – 13:40 WIB
Salah satu massa aksi pendukung Anies Baswedan, Roni (kiri) dan orator massa pendukung Anies Baswedan, Lukman Abidin (kedua kiri) menerangkan mengenai 17 orang diamankan di Balai Kota Jakarta. Foto: Antara/Ricky Prayoga

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Adi Prayitno memperkirakan jumlah pendukung dan pembenci alias haters Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, seimbang atau sama.

Terutama yang aktif di media sosial, mereka diperkirakan secara berkesinambungan mengirimkan narasi-narasi bernada mendukung maupun menyudutkan mantan menteri pendidikan dan kebudayaan tersebut.

BACA JUGA: Anies Baswedan Meraup Simpati jika Pendukungnya Menebar Narasi Seperti Ini

"Kecenderungannya fifty-fifty antara haters dan yang mendukung. Itu menurut perkiraan saya, melihat narasi-narasi yang muncul di media sosial. Pastinya, belum tahu juga, karena belum pernah disurvei," ujar Adi kepada jpnn.com, Minggu (26/1).

Meski dari segi jumlah hampir sama, dosen di Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta ini memperkirakan, Anies lebih banyak diuntungkan daripada dirugikan.

BACA JUGA: Menurut Adi, Elektabilitas Anies Jauh di Atas Risma, Ganjar, Ridwan Kamil

Hal tersebut menandakan tim pendukung Anies lebih pintar memilih narasi, sehingga membuat masyarakat simpati terhadap mantan rektor Universitas Paramadina tersebut.

"Perkiraan saya, sentimen positif lebih banyak didapatkan Anies. Karena narasi yang dikemukakan pendukungnya mencoba menggugah simpati. Misalnya, dipersepsikan Anies terus diserang dari berbagai penjuru, meski sudah bekerja maksimal. Nah, ini kan pola-pola seakan dia dizolimi," ucapnya.

BACA JUGA: Ahok Sengaja Menyindir Anies Baswedan, Masa sih?

Direktur eksekutif Parameter Politik Indonesia ini menyebut, pola terzolimi sampai saat ini masih efektif mempengaruhi rasa simpati masyarakat.

Karena ada kecenderungan publik hanya melihat apa yang tampak di permukaan. Sementara hal substantif yang di bawah permukaan, tak lagi dianggap penting.

"Hal substantif itu misalnya, bagaimana sebenarnya penataan pedagang kaki lima di zaman Anies, lebih semrawut atau lebih baik. Nah, itu tak lagi dibahas karena yang diembuskan Anies dizolimi, diserang dari berbagai sisi. Akhirnya banyak orang melihat Anies calon pemimpin masa depan yang secara perlahan dijatuhkan," katanya.

Adi mengibaratkan, panggung politik sebuah arena pertarungan opini.

Di mana pihak yang lebih kuat mengklaim keberpihakan dan kebenaran, merekalah yang menguasai panggung.

"Makanya, terkait penebangan pohon di Monas, itu bukan soal aturannya yang ramai dijawab, bukan soal benar-salah, tetapi dikesankan ada kelompok yang selalu mencari kesalahan Anies," pungkas Adi. (gir/jpnn)
Jokowi Wanti-Wanti Virus Corona:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler