QUL al-haqq wa law kana murranKatakan yang benar itu benar, walau pahit (akibatnya)
BACA JUGA: SMS = Semua Memfitnah Soesilo
Ini sabda Nabi Muhammad SAW yang sering dipakai landasan para kiai NU dalam menjalankan al`amru bil-ma"ruf wannahyu"anil-mun"kar(amar ma’ruf nahi munkar), perintah Allah untuk menyerukan kebaikan dan mencegah kerusakan (moral) bagi masyarakat.Sejak 2009, tepatnya pada periode kedua rezim Yudhoyono, sejumlah kebenaran yang disampaikan orang per orang, atau lembaga seperti DPR, bila itu menyangkut pusat kekuasaan dan mengganggu integritas penguasa, memang bisa berbalik pahit bagi si penyampai kebenaran
Rekayasa mengebiri KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lewat skandal “Cicak vs Buaya”, rekayasa menjerat Ketua KPK Antasari Azhar dengan skandal cinta segitiga, rekayasa bailout Bank Century yang melahirkan megaskandal Rp 6,7 trilyun, kasus Gayus Tambunan dan mafia pajak yang merugikan keuangan negara puluhan trilyun rupiah dan melibatkan penguasa, perampokan APBN lewat kekuatan politisi partai politik
BACA JUGA: Orang-orang Binaan Jenderal Yudhoyono (All the Presidents Men)
Rekening gendut petinggi PolriBerita di koran, berita di TV, berita di situs-situs internet, berita dari luar negeri, isu via SMS dan media sosial lainnya, bahkan para pemuka umat beragama, adalah sumber fitnah yang menyelimuti negeri ini
BACA JUGA: Penobatan Raja KKN Baru
Sungguh luar biasa.Masyarakat pun jadi bingung dan kehilangan gairah untuk menyatakan yang benar itu benarApalagi lembaga politik (legislatif) dan lembaga hukum (judikatif) yang memiliki kemampuan mengeksekusi, terus merangkai jejaring konspirasi dengan eksekutif yang kian tak perduli pada nasib rakyatnya.
Tapi ini IndonesiaNegeri yang ditakdirkan didiami bangsa yang religiusSangat percaya Tuhan akan hadir menolong pada saat semua instrumen (hukum) kebenaran dibungkam.
Ummat Islam percaya kebenaran Al Qur’an yang mengisyaratkan: laha ma kasabat wa ‘alaiha ma iktasabat (QS 2:286)Manusia akan memperoleh pahala atas perbuatan baik yang dikerjakan, dan akan mendapat ganjaran hukuman dari perbuatan (buruk) yang dilakukan.
Maka ketika mencuat nama Nazaruddin, Bendahara Umum Partai Demokrat pimpinan Presiden Jenderal (Pur) Yudhoyono, yang kemudian ‘ngibrit’ ke luar negeri (konon ke Singapura) meninggalkan sejumlah persoalan krusial yang melibatkan pusat kekuasaan, yang tak mungkin lagi ditutup-tutupi, banyak orang percaya, “inilah cara Tuhan membuka tabir gelap yang selama ini diupayakan ditutup-tutupi…!”
Kini giliran para pendukung Presiden yang bingungDi antara mereka mulai baku terkamSaling tudingSalah menyalahkanSebuah pemandangan yang menggelikan, sekaligus mengenaskan.
Terbayang kisah jatuh bangunnya presiden dari panggung politik nasionalJuga nasib para pendukungnya.
Tapi sesial-sialnya pendukung Soekarno, masih ada perlindungan puluhan juta kaum nasionalisSesial-sialnya pendukung Soeharto, ketika jatuh Orde Baru masih sangat kuat dan sanggup memberikan perlindunganSesial-sialnya pendukung Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), masih ada puluhan juta Nahdliyin yang bersedia menjamin keselamatannya.
Kita semua tahu, Presiden Yudhoyono dan Partai Demokrat lahir dari kekuatan floating mass, massa yang ngambangTak jelas alamatnyaDalam bahasa politik, tidak memiliki basis sosial yang jelasHanya di atas kertas.
Jadi selain merasa tak mungkin lagi menutup lubang besar yang ditinggalkan Nazaruddin, kelangkaan basis sosial inilah yang bikin bingung para pendukung Presiden.
“Kalau terjadi sesuatu, ke mana kami berlindung…?” [***]
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pancasila, TNI, NII, SBY, Korupsi
Redaktur : Tim Redaksi