Puluhan orang di kota terbesar di Myanmar membunyikan klakson mobil dan memukul panci serta wajan sebagai bentuk perlawanan publik pertama terhadap kudeta yang dipimpin militer negara itu sehari sebelumnya. Beberapa kelompok pro-demokrasi meminta warga membunyikan suara untuk menunjukkan penentangan terhadap kudeta Kudeta terjadi saat anggota parlemen baru hasil Pemilu tahun lalu akan memulai persidangan Pembantu dekat Aung San Suu Kyi menyerukan warga untuk melakukan pembangkangan sipil

 

BACA JUGA: Banyak Banget yang Menuntut Anak Buah Yasonna Ini Dipecat, Hampir Setiap Hari Ada Demo

Bentuk penentangan yang pada awalnya hanya akan berlangsung selama beberapa menit akhirnya berlangsung lebih dari 15 menit di beberapa perkampungan di kota Yangon, bekas ibukota Myanmar.

Juga muncul teriakan yang mendoakan agar pemimpin NLD Aung San Suu Kyi dalam keadaan sehat, serta seruan untuk pembebasannya.

BACA JUGA: Tim WHO Usut Asal Usul COVID-19, Warga Wuhan Mengaku Dibungkam Pemerintah

Aung San Suu Kyi ditahan hari Senin bersama beberapa anggota senior partainya di saat militer mengambil kekuasaan.

"Membunyikan genderang dalam budaya Myanmar adalah seperti kami mengusir setan," kata seorang warga yang tidak mau disebut namnya karena takut jadi sasaran penangkapan.

BACA JUGA: Sejumlah Jenis Baru Virus Corona Mengkhawatirkan Tapi Para Pakar Optimis

Sebelumnya beberapa kelompok pro-demokrasi menyerukan kepada warga untuk membuat bunyi-bunyian pukul 8 malam hari Selasa guna menunjukkan penentangan terhadap kudeta tersebut.

Kudeta terjadi di saat para anggota parlemen yang baru berkumpul di ibukota Naypyidaw untuk mengikuti pembukaan sidang parlemen hasil pemilu bulan November lalu.

Militer mengatakan penangkapan dilakukan karena pemerintah tidak mengambil tindakan terhadap tuduhan militer, yang tidak disertai bukti-bukti, bahwa terjadi kecurangan pada pemilu di bulan November kecurangan.

Dalam pemilu itu partai NLD menang mutlak.

Militer Myanmar mengatakan pengambilalihan kekuasaan tersebut sah menurut konstitusi negara. Para dokter menentang kediktatoran Photo: Para dokter mengatakan akan berhenti bekerja guna menentang kudeta di tengah pandemi yang masih terjadi di sana. (AP: Aung Shine Oo)

 

"Keditaktoran harus digagalkan," demikian tulisan di punggung APD seorang dokter di Myanmar untuk menunjukkan penentangannya terhadap kudeta militer tersebut.

Para tenaga kesehatan di sedikitnya 20 rumah sakit pemerintah sekarang menggalang usaha pembangangan sipil terhadap para jenderal yang menjatuhkan pemerintahan Aung San Suu Kyi.

Para dokter mengancam akan berhenti bekerja, bahkan di saat pandemi COVID-19 masih meningkat di negeri berpenduduk 54 juta jiwa itu.

"Kita tidak bisa menerima diktator dan pemerintahan yang tidak dipilih secara sah," kata Myo Thet Oo, seorang dokter yang ikut dalam kampanye, yang bekerja di lota Lashio,sekitar 500 km dari ibukota yang baru Naypyidaw.

"Mereka bisa menahan kita kapan saja. Kami sudah memutuskan untuk menghadapinya.

"Kami semua memutuskan untuk tidak lagi pergi ke rumah sakit." Pembangkangan sipil

Seorang politisi senior yang sangat dekat dengan Aung San Suu Kyi juga menyerukan kepada warga untuk menentang militer lewat pembangkangan sipil.

Win Htein salah seorang ketua di Liga Nasional Bagi Demokrasi (NLD) berbicara hari Selasa (02/02) dari kantornya yang kecil di ibukota Naypyidaw, tidak jauh dari lokasi di mana ratusan politisi yang terpilih lewat pemilu November lalu ditahan.

"Kutukan kudeta sudah mengakar di negeri ini, dan itulah alasannya mengapa negeri kita tetap miskin. Saya merasa sedih dan kecewa bagi para warga dan juga masa depan mereka," kata mantan tahanan politik itu.

"Semua pemberi suara yang sudah mendukung kami dalam pemilu tahun 2020 harus mengikuti perintah Aung San Suu Kyi untuk melakukan pembangkangan sipil," katanya mengacu pada catatan yang diposting di Facebook hari Senin (01/02). Photo: Partai Suu Kyi, NLD mengeluarkan pernyataan agar militer menghormati hasil pemilu dan membebaskan semua yang ditahan. (Reuters: Yves Herman)

 

Kudeta ini adalah ujian bagi masyarakat internasional sekaligus memperlihatkan bahwa sebenarnya yang masih berkuasa di Myanmar adalah para jenderal, meskipun selama 10 tahun terakhir sudah ada pembicaraan mengenai reformasi yang demokratis.

Sebelumnya negara-negara Barat telah menyambut baik perjalanan ke arah demokrasi dengan mencabut sanksi yang sudah diterapkan sebelumnya.

Sekarang Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut tindakan militer itu sebagai 'serangan langsung terhadap transisi demokrasi dan penegakan hukum' dan mengancam akan menerapkan sanksi baru.

Dewan Keamanan PBB sudah mengadakan pertemuan darurat hari Selasa (02/02) tetapi tidak mengambil tindakan apapun.

Partai NLD juga telah mengeluarkan pernyataan yang menyerukan militer untuk menghormati hasil pemilihan umum dan melepaskan semua orang yang ditahan.

"Pengambilalihan kekuasaan yang dilakukan Panglima Angkatan Bersenjata merupakan pelanggaran terhadap konstitusi, dan juga tidak mengindahkan hak kedaulatan rakyat," kata NLD.

Kudeta ini menggambarkan kekuasaan rapuh yang dipegang oleh Suu Kyi sejak tahun 2015 ketika partainya memenangkan pemilu, namun pemenang Nobel Perdamaian ini tidak bisa menjadi presiden.

Suu Kyi telah menjadi kritikus militer yang sengit selama ia bertahun-tahun hidup sebagai tahanan rumah.

Tetapi setelah ia beralih dari ikon demokrasi menjadi politisi, Suu Kyi bekerja sama dengan para jenderal, yang meskipun memperbolehkan berlangsungnya pemilu tapi tetap memegang kendali atas kementerian-kementerian utama serta memiliki kursi yang cukup di Parlemen supaya memiliki hak veto atas setiap perubahan konstitusional.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dan lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

AP/Reuters

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ternyata Ini Alasan Militer Myanmar Lakukan Kudeta, Sungguh Kemaruk

Berita Terkait