jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memprediksi kerugian negara akibat pelanggaran hukum di sektor sumber daya alam (SDA) mencapai USD 8,98 miliar atau sekitar Rp 120 triliun. Oleh karena itu, KPK menggandeng 12 kementerian/lembaga guna meneken komitmen bersama tentang penegakan hukum di sektor SDA, Rabu (18/12).
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, penandatanganan komitmen itu didasari masih belum efektifnya proses penegakan hukum di sektor SDA. "Berdasarkan data KPK, dari sisi kuantitas jumlah penegakan hukum di sektor SDA masih minim dibandingkan jumlah indikasi pelangggaran," kata Agus saat menyampaikan kata sambutan pada acara itu.
BACA JUGA: Aparat Harus Seriusi Korupsi Sektor Pertambangan dan Energi
Komitmen penegakan hukum di sektor SDA ini ditandatangani KPK bersama Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Keuangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Agus menjelaskan, sepanjang periode 2002-2015 terdapat 70 kasus kejahatan lingkungan dan SDA yang diproses secara hukum. Namun, dari jumlah itu hanya sekitar 13 persen pelaku yang dijatuhi hukuman pidana penjara maupun denda.
BACA JUGA: Pertahankan Keseimbangan Sumber Daya Alam
Adapun 43 persen pelaku yang dibawa ke pengadilan justru dibebaskan. “Hanya 13 persen pelaku yang dihukum penjara dan denda," kata Agus.
Agus mengungkapkan, merujuk sejumlah kajian KPK, total biaya tidak resmi untuk memperoleh izin kehutanan diperkirakan lebih dari Rp 22 miliar. Selain itu, KPK juga menemukan produksi kayu hasil hutan yang tidak tercatat dan tidak menjadi pemasukan bagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Akibatnya, potensi penerimaan negara mengalami kerugian mencapai USD 8,98 miliar. "Besarnya indikasi pelanggaran hukum dan kerugian negara sebagaimana kajian di atas mengindikasikan bahwa penegakan hukum di sektor sumber daya alam di Indonesia masih jauh dari kata maksimal,” tegasnya.(tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga