jpnn.com, JAKARTA - Pemerhati lingkungan yang juga peneliti di Institut Pasteur Paris, Angga Perima, menyebut pernyataan Gibran Rakabuming Raka soal kaitan greenflation dan Gerakan Rompi Kuning di Prancis merupakan hal keliru.
Penyandang gelar master dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang kini bermukim di Prancis itu punya sederet catatan untuk mengulas pernyataan Gibran dalam Debat Keempat Cawapres Pemilu 2024 tersebut.
BACA JUGA: Mahfud MD Anggap Greenflation Isu Recehan, Ternyata Ini Pentingnya bagi Indonesia
Angga menjelaskan terjemahan greenflation (akronim dari kata green dan inflation) berarti inflasi hijau. Adapun definisinya ialah inflasi yang berhubungan dengan kebijakan publik maupun privat, seperti perusahaan, sebagai bagian dari upaya untuk transisi hijau.
Melalui transisi hijau, negara berusaha mengurangi emisi karbon dengan menggunakan teknologi untuk memproduksi energi baru dan terbarukan.
BACA JUGA: Sudah Dilarang, Gibran Tetap Bertanya Istilah Asing kepada Mahfud, Lalu Kena Tegur
“Contoh dari greenflation ini dapat dilihat dari tingginya permintaan bahan mentah dan sumber-sumber yang diperlukan untuk transisi energi ke hijau, misalnya, peralihan ke kendaraan listrik dari energi fosil,” ujar Angga melalui siaran pers ke JPNN.com, Jumat (26/1/2024).
Cawapres bernomor urut 2 di Pilpres 2024 Gibran Rakabuming Raka bergaya merunduk seolah-olah mencari jawaban untuk meledek lawannya dalam Debat Keempat Cawapres Pemilu 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024). Foto: Ricardo/JPNN.com
BACA JUGA: Mengutip Pengamat, Hasto: Jangan-Jangan Gibran Tidak Paham Greenflation
Lebih lanjut Angga memaparkan ada penggunaan sumber daya alam (SDA), seperti kobalt, nikel, dan mangan untuk menghasilkan baterai bagi mobil listrik.
Namun, ada kondisi ketika tingginya permintaan akan SDA bahan baterai itu tidak diimbangi dari sisi ketersediaan pasokan.
“Hal ini pada akhirnya meningkatkan inflasi atau greenflation,” tuturnya.
Selanjutnya, Angga menjelaskan soal demo rompi kuning di Prancis yang dikenal dengan sebutan gilets jaunes.
Peraih gelar Ph.D. bidang fisika dan analitis kimia dari Université Pierre et Marie Curie, Paris, itu menuturkan demo rompi kuning adalah protes spontan oleh sebagian masyarakat Prancis yang tidak puas dengan kondisi hidup dan kebijakan pemerintah di bidang pajak.
Demonstrasi yang dimulai pada 17 November 2018 itu digelar secara serentak di 3.000 titik berbeda di seluruh Prancis.
“Awalnya demonstrasi ini bermula dari naiknya harga bahan bakar minyak karena dinaikkannya pajak bakar yang disebabkan oleh pajak karbon untuk transisi hijau demi kepentingan lingkungan,” imbuh Angga.
Merujuk survei Sciences Po Grenoble atau The Grenoble Institute of Political Studie, Angga menyebut pedemo rompi kuning didominasi oleh kelompok berpendapatan sedang. Namun, aksi rompi kuning berlangsung selama berbulan-bulan.
Salah satu tuntutan Gerakan Rompi Kuning ialah mendesak Presiden Prancis Emmanuel Macron mundur dari jabatannya.
“Bagi mereka, Macron cenderung berpihak kepada orang-orang kaya dan bertindak arogan,” ujar Angga.
Pria penyuka pencak silat itu lantas mengulas soal Gibran mengaitkan greenflation dengan demo rompi kuning.
Greenflation, sebut Angga, adalah inflasi karena permintaan untuk transisi ekologis lingkungan tidak sesuai dengan pasokan bahan dari sumber daya alam.
Adapun demo rompi kuning lebih disebabkan oleh pajak karbon yang mengakibatkan peningkatan harga bahan bakar. Pedemo pun meningkatkan tuntutan mereka, yakni menyuarakan kehidupan yang lebih baik.
“Kesimpulannya, berdasarkan uraian-uraian itu, menurut saya tidak tepat apabila demo rompi kuning di Prancis dikaitkan dengan greenflation,” katanya.(jpnn.com)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Al Araf Sebut Gibran Tak Paham Terminologi Asing di Debat, Pertanyaannya Cuma Jebakan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi