jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Boni Hargens mengaku prihatin dengan sikap sejumlah pihak, yang meragukan hasil penelitian Universitas Airlangga (Unair), TNI Angkatan Darat dan Badan Intelijen Negara (BIN), menemukan kandidat obat COVID-19.
Para pihak yang meragukan hasil penelitian tersebut umumnya menilai, hasil penelitian dimaksud bukan sebuah penemuan, tetapi racikan.
BACA JUGA: Pandemi COVID-19 Melanda, SKB CPNS 2019 Tanpa Psikotes
"Terus terang, saya prihatin dengan keadaan ini. Para peneliti medis seharusnya bersyukur ada pihak yang berjuang mencari solusi di tengah kemelut pandemi yang membawa kerugian dalam banyak dimensi," ujar Boni di Jakarta, Rabu (19/8).
Menurut Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) itu, seharusnya sebagai anak bangsa, semua pihak mengapresiasi langkah yang dilakukan Unair, BIN dan TNI AD.
BACA JUGA: Inilah Jenis Pekerjaan yang Akan Hilang Selamanya Setelah Pandemi COVID-19
Bagi Boni, mereka sudah berusaha berbuat sesuatu yang berguna untuk masyarakat, saat banyak pihak hanya pandai berbicara tanpa berbuat apa-apa.
"Tidak penting apakah itu penemuan baru atau sebuah racikan, toh intinya itu hasil kerja keras yang berguna untuk menyelamatkan masyarakat. Seharusnya memberi hormat dan mengucapkan terima kasih, bukan malah mencibir," ucapnya.
BACA JUGA: Puluhan Dosen di Kampus USU Positif Covid-19, Swab Test Massal Langsung Digelar
Peraih gelar doktor filsafat politik dari Walden University, Minneapolis, Amerika Serikat itu lantas mengingatkan, sebuah bangsa tidak bisa menjadi besar kalau hanya pintar berbicara tanpa berbuat.
Menurutnya, penelitian obat covid-19 yang sukses dilakukan Unair, BIN dan TNI AD adalah bukti kepedulian dan bagian dari komitmen moral untuk membantu bangsa dan negara.
"Mereka yang mencibir sebaiknya belajar dari Unair, BIN, dan TNI AD bahwa yang paling utama adalah tindakan konkrit untuk perubahan positif. Saatnya kita semua dituntut lebih banyak bertindak daripada sekadar nyinyir," katanya.
Boni juga berharap keberhasilan Unair, BIN, dan TNI AD terus didukung oleh semua elemen. Karena penelitian tersebut untuk kepentingan rakyat Indonesia. Bahkan untuk kepentingan seluruh umat manusia di dunia.
Sebelumnya, pakar epidemiologi Dicky Budiman meragukan temuan Unair, TNI AD dan BIN.
Menurutnya, proses penciptaan obat dimaksud tidak menunjukkan tahapan yang gamblang dan transparan.
Pengajar di Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad juga menyatakan hal senada.
Menurutnya, dalam proses uji klinis peneliti harus memenuhi prinsip Good Clinical Practice (GCP) atau Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB).
Salah satunya menekankan pada pendokumentasian penelitian. “Ini yang sepertinya tidak tampak," ucapnya.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang