Para peneliti Tasmania optimistis, uji coba pertama di dunia yang menggunakan teknologi sonar untuk memetakan gletser Antartika –yang mereka lakukan -akan membantu para ilmuwan memahami bagaimana lapisan es yang mencair.
Para peneliti dari Australian Maritime College (AMC) menggunakan sebuah perangkat yang diturunkan ke bawah air untuk mengirim sinyal sonar melalui sisi gletser untuk membantu memetakan struktur internal.
BACA JUGA: Pria Darwin Ini Pernah Didiagnosa Virus Zika Setelah Digigit Monyet di Bali
"Ini hampir seperti X-ray, ini menunjukkan kepada Anda di mana letak bagian-bagian keras dan lunak di dalam gletser ini," kata insinyur AMC, Isak Bowden-Floyd.
Ia menerangkan, "Ini akan melepaskan ledakan suara dan suara itu akan menembus melalui fitur dan ketika itu memukul fitur kerasnya, ia akan memantul dan ditangkap oleh penerima.”
BACA JUGA: Menelusuri Terowongan dan Lorong Rahasia di Canberra
"Jika ada respon keras, seperti air laut yang mungkin disebabkan oleh fraktur, itu akan memberikan indikasi persis di mana mereka berada dan seperti apa mereka terlihat," imbuhnya.
Tim peneliti menghabiskan satu bulan di atas kapal pemecah es ‘RV Araon’ milik Institut Penelitian Korea Polar, menguji coba teknologi itu di sepanjang Lidah Es ‘Drygalski’ di Antartika.
BACA JUGA: Australia Tidak Dalam Tekanan untuk Tambah Pasukan di Timur Tengah
Lapisan es Antartika itu mencakup lebih dari 14.000.000 kilometer persegi dan penelitian menunjukkan, gletser mencair pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Saat ini, para ilmuwan menggunakan teknologi radar dari permukaan es untuk mencoba memahami apa yang ada di bawahnya.
Tapi peneliti AMC, Karl Manzer, mengatakan, teknologi sonar bisa digunakan di bawah air untuk memberikan gambaran yang lebih rinci.
"Ada banyak yang kami belum tahu tentang bagaimana massa glasial mencair dan pecah. Kami bisa belajar banyak dari permukaan tapi ada banyak lagi yang kami perlu tahu tentang bagaimana proses ini berjalan di bawah air dan bagaimana lapisan es ini berinteraksi dengan lautan,” terangnya.
Ia mengutarakan, "Itu sangat penting untuk memahami konsekuensi bagi iklim kita di masa depan. Alat-alat yang kami gunakan secara tradisional dulunya digunakan untuk melihat ke dasar laut dan kami pada dasarnya menggunakan teknologi yang sudah dicoba tapi dengan cara yang baru."
Isak mengatakan, hasil awalnya menjanjikan.
"Berbicara dengan pakar es di kapal dan rekan-rekan di sini, semua orang cukup bersemangat tentang apa yang akan dihasilkan dari ini," sebutnya.
Ia mengungkapkan, "Ini benar-benar merupakan sedikit wawasan tentang apa yang mampu kami tangkap."
Tim penelitian ini berharap untuk mengulang ui coba tersebut akhir tahun ini dan bahkan menyertakan perangkat sonar di dalam kendaraan bawah air otonom (AUV) yang beroperasi seperti kapal selam robotik kecil.
Karl mengatakan, hal itu bisa membantu para ilmuwan mengumpulkan data dari bawah es.
"Tak ada cara yang benar-benar mudah untuk memahami proses yang terjadi di bawah lapisan es dan lidah es ini karena begitu sulit untuk masuk ke sana dan mencatat ukurannya," akunya.
Ia menjelaskan, "Kami pikir AUV akan menjadi sebuah cara untuk masuk ke sana dan melihat apa yang terjadi. Kita tak bisa menggunakan metode tradisional untuk mencirikan es dari bawah air sehingga kami menggunakan sonar untuk melakukannya."
BACA ARTIKEL LAINNYA... Praktek Polifarmasi Tingkatkan Resiko Kematian di Kalangan Lansia