jpnn.com, JAKARTA - Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Gabriel Lele mengatakan bahwa Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) makin bergeliat, bahkan sporadis sejak 2016.
Pada tahun itu, kata dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM, pemerintah gencar melakukan pembangunan di tanah Papua.
BACA JUGA: Pilot Susi Air yang Disandera KKB Tak Kunjung Bebas, Panglima TNI Langsung ke Papua
Dia menyampaikan hal itu dalam dialog bertajuk 'Aksi Kekerasan dan Terorisme Kelompok Separatis di Papua' yang digelar oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) Chapter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (17/4).
"Motif separatis menjadi motif utama dan eskalasi motif separatis mulai menaik sangat signifikan sejak tahun 2016," kata Gabriel Lele.
BACA JUGA: Kecam Aksi KKB, Dave Meminta Pemerintah Bersikap Tegas
Menurut dia, Presiden Jokowi yang sering ke Papua, serta gencarnya pembangunan dan percepatan infrastruktur memicu gerakan separatis dan eskalasinya.
"Karena itu, refleksi terdalamnya adalah bagaimana memosisikan hubungan antara tindak kekerasan dengan gerakan pembangunan. Apakah ini dapat meredam konflik atau memacu konflik lanjutan?" lanjut Gabriel.
BACA JUGA: Prajurit Tewas Diserang KKB, Legislator Ini Minta Evaluasi Penanganan Keamanan di Papua
Gabriel mengidentifikasi gerakan KKB akhir-akhir ini menampakkan skalanya yang makin masif. Kenekatan KKB makin tinggi hingga membuat 36 prajurit TNI diserang dan nasibnya belum jelas.
"Konon ada sembilang yang disandera KKB minta ditebus. Mudah-mudahan tidak ada eskalasi lebih lanjut,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh tim peneliti UGM, Gabriel mengemukakan titik-titik sporadis KKB tidak hanya pos keamanan yang dijaga TNI dan Polri.
Namun, pemukiman warga sipil yang kerap kali dibakar KKB. Mirisnya, masyarakat sipil justru yang paling banyak menjadi korban meninggal akibat kebrutalan KKB. Dari data yang kami himpun sampai Juli 2022, lingkungan aparat termasuk Polsek menjadi sasaran utama dari KKB.
"Makin canggih peralatan yang dibawa aparat makin menarik perhatian KKB untuk diserang, karena itu lingkungan aparat TNI/Polri menjadi sasaran utama," jelasnya.
Gabriel pun memberikan solusi bagi pemerintah dengan menggunakan tiga pendekatan. Di antaranya; dialog dan trust-building initiatives, pembangunan yang sensitif konflik dan langkah penegakkan hukum yang tegas tetapi humanis.
“Yang harus digarisbawahi adalah dialog versi kacamata Papua adalah referendum. Ini yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Pusat," ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Tim Terpadu Percepatan Pembangunan dan Kesejahteraan Bidang Polhukam Provinsi Papua, John A. Norotouw memetakan bahwa perubahan di Papua dipicu oleh tiga perubahan besar.
"Pertama, reformasi yang terjadi di Indonesia. Kedua, otonomi khusus yang diberlaukan di Papua. Ketiga, otonomi baru DOB," tutur Norotouw.
Pada 1961-2000 perjuangan kemerdekaan dipimpin oleh masyarakat pesisir. Kemerdekaan ini disebabkan karena diskriminasi dan ketidakadilan bagi warga Papua yang dilakukan Pemerintah Orde Baru. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh