jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum PP Wanita Syarikat Islam (WSI) Prof. Dr. Valina Singka Subekti, mengatakan bahwa penyelenggaran pilkada 2020 berbeda dari sebelumnya karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.
Situasi dan kondisi yang tidak mendukung ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggaraan pilkada yang berintegritas.
BACA JUGA: Target Menang Besar, PDIP Akan Mengerahkan 120 Ribu Saksi Terlatih di Pilkada 2020
Padahal, penyelenggaraan pilkada bertujuan untuk mendapatkan pemimpin yang dapat menyegerakan kualitas kehidupan masyarakat di daerah.
“Persebaran Covid-19 makin meningkat, sedangkan protokol kesehatan makin longgar,” kata Dr Valina, dalam webinar bertema Pilkada Serentak 2020 di tengah Pandemi.
BACA JUGA: Golkar Fokuskan Sulawesi Jadi Basis Pemenangan Pilkada 2020
“Peran WSI adalah untuk mengedukasi masyarakat dengan tetap mematuhi protokol kesehatan,” lanjut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia tersebut.
Hadir dalam webinar antara lain Viryan Komisioner KPU RI, Ratna Dewi Pettalolo Anggota Bawaslu RI, Misna M Attas KPU Provinsi Sulawesi Selatan dan Titi Anggraini Direktur Eksekutif Perludem.
BACA JUGA: Pilkada 2020 Harus Jadi Momentum Untuk Melawan Pandemi Covid-19
Dalam paparannya, Komisioner KPU RI Viryan mengatakan bahwa penerapan protokol kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada serentak menjadi salah satu perhatian utama.
Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya anggaran Pilkada sebanyak Rp4 triliun, yang sebagian besar kegunaannya dialokasikan untuk membeli Alat Perlindungan Diri (APD).
Selain itu, dalam tahapan pemilihan, KPU juga telah mengatur jadwal kedatangan Pemilih ke TPS, demi menghindari kerumunan masa. Petugas penyelenggara pun dipilih berdasarkan usia, yakni di bawah 50 tahun, demi menjaga kesehatan mereka.
Sementara itu, anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo menyebutkan bahwa setidaknya terdapat empat titik rawan pelanggaran Pilkada di masa Pandemi Covid 19, yakni Resiko kesehatan, penyalahgunaan dana bantuan sosial bagi calon incumbent, partisipasi politik masyarakat yang akan menurun di masa pandemi serta praktik politik uang.
“Hingga saat ini kami (Bawaslu RI) memproses 792 kasus hukum, paling tinggi adalah kasus administrasi, kemudian proses verifikasi calon dan COKLIT,” terang Ratna.
Kondisi berbeda dialami oleh penyelenggara pemilu di Sulawesi Selatan. Seperti yang dijelaskan oleh Misna M Attas, selain situasi Covid 19, KPU Sulawesi Selatan juga dilanda masalah banjir.
Akibatnya, banyak warga yang terpaksa harus mengungsi kondisi tersebut menyulitkan petugas penyelenggara untuk memberikan kartu pemilih dan mencocokkan data.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, juga menjelaskan terkait dampak pandemi virus Covid-19 terhadap Penyelenggaraan Pemilu. Antara lain, menurunnya partisipasi masyarakat, keterbatasan akses bagi kelompok marginal serta legitimasi dari hasil Pilkada karena rendahnya angka partisisipasi dan kondisi darurat.
Sedangkan kualitas dan integritas Pilkada di tengah Pandemi menurut Titi, ditentukan oleh beberapa hal antara lain kualitas regulasi, kapasitas penyelenggara, peserta dan pemilih yang terlibat, penegakan hukum dan kepatuhan pada protokol kesehatan.
“Sukses atau tidaknya pilkada dapat dilihat dari protokol kesehatan yang dijalankan, tidak hanya oleh penyelenggara tetapi juga oleh peserta dan pemilih,” pungkas Titi.(jlo/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh