Penerbitan SKL BLBI Sesuai Perjanjian Induk

Jumat, 29 Juni 2018 – 20:08 WIB
Mantan Kepala BPPN Syafruddin A Temenggung dan penasihat hukumnya, Yusril Ihza Mahendra. Foto: Fedrik Tarigan/Jawa Pos

jpnn.com - Sejumlah fakta yang menunjukkan SKL BLBI sesuai dengan Perjanjian Induk/Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) terungkap dalam sidang lanjutan perkara mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung, di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/6).

Tiga saksi yang dihadirkan dalam perkara korupsi SKL BLBI mengakui telah memberikan Release and Discharge (R&D) atau pemberian pembebasan dan pelepasan dari tuntutan hukum terhadap pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (PS BDNI) dalam penyelesaian BLBI.

BACA JUGA: Semoga KPK Tak Bermanuver demi Pesanan di Pilkada

Ketiganya yakni Mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto serta mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Muhammad Surya Yusuf dan mantan Wakil Ketua BPPN, Farid Harianto.

R&D tersebut terdiri dari dua surat. Pertama ditandatangani oleh Farid selaku kuasa Glenn mewakili BPPN.

BACA JUGA: Lusa Pilkada, Jangan Sampai Pemenangya Calon Pasien KPK

Surat R&D ini menyatakan bahwa sehubungan PS BDNI telah memenuhi transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk/MSAA, BPPN melepaskan PS BDNI dari tanggung jawab lebih lanjut untuk pembayaran kembali BLBI.

Surat R&D yang kedua ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan BPPN mewakili Pemerintah Indonesia.

BACA JUGA: KPK Harus Cermat dan Objektif Menangani Perkara BLBI

Surat yang kedua ini menegaskan "sehubungan pemenuhan oleh PS BDNI atas transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk, Pemerintah Republik Indonesia berjanji tidak akan melakukan tindakan hukum apapun terhadap PS BDNI terkait pelanggaran peraturan batas maksimum pemberian kredit terkait Pinjaman Pemegang Saham dan segala hal terkait BLBI".

Pemberian R&D itu adalah sesuai dengan MSAA, yakni perjanjian penyelesaian BLBI dengan penyerahan aset dan pergantian setara tunai.

R&D inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh penerusnya, Syafruddin untuk memberikan SKL kepada PS BDNI pada tahun 2004.

Dalam sidang juga terungkap bahwa BPPN juga telah mengukuhkan pemberian kedua surat R&D ke dalam suatu akta notaris, yaitu Akta Letter of Statement No. 48 tanggal 25 Mei 1999 yang dibuat di depan Merryana Suryana, Notaris di Jakarta.

Untuk diketahui, akta notaris sendiri merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebagaimana diatur dalam Pasal 1870 Kita Undang-Undang Hukum Perdata, dalam arti isinya dianggap benar sepanjang belum dibuktikan dalam pengadilan isinya tidak benar dan akta itu dibatalkan.

Melihat salinan bukti yang ditunjukan tersebut, Farid mengakui bahwa akta notaris tersebut memang ditandatangani oleh dirinya yang saat itu diberikan surat kuasa penuh oleh Glenn untuk menandatangani segala urusan yang terkait MSAA.

Dalam persidangan juga terungkap bahwa "apabila ada keberatan atau persengketaan dari Pemegang saham terhadap klaim atau tuntutan dari BPPN, maka klaim tersebut harus diperiksa terlebih dahulu oleh pengadilan".

Hal itu merujuk pada ketentuan MSAA Pasal 12.4 kalimat terakhir. Ketentuan dalam MSAA tersebut ditunjukkan Penasehat Hukum dan diakui oleh saksi Glen dan Farid.

Farid menambahkan di masa dia, klaim BPPN yang ditolak pemegang saham tidak pernah diajukan oleh BPPN ke pengadilan.

Lebih lanjut dalam persidangan terungkap pula bahwa surat Glenn tertanggal 1 November 1999 kepada PS BDNI yang isinya bahwa PS memberikan pernyataan hutang petambak adalah kredit lancar ternyata merupakan kredit macet.

PS kemudian diminta aset pengganti. PS-BDNI dalam surat balasannya kepada Glen membantah memberikan pernyataan mengenai kelancaran hutang petambak.

Glen dalam kesaksiannya kemarin mengakui bahwa dia baru tahu bahwa PS BDNI tidak pernah memberikan pernyataaan mengenai kelancaran kredit petambak tersebut, dan juga tidak ditemukan adanya pernyataan kelancaran kredit petambak di dalam MSAA.

PS BDNI juga tidak pernah menjamin pembayaran kredit petambak sebagaimana terungkap dari Schedule 8.14 MSAA yang ditunjukkan di persidangan.

"Saya hanya diberitahukan pihak lain bahwa Sjamsul Nursalim memberikan pernyataan mengenai lancarnya kredit petambak. Pada sidang hari ini saya justru baru mendengar dari saksi ternyata bukan Sjamsul Nursalim yang menyatakan tapi konsultan keuangan PS BDNI," ujar Glann. (nes/rmol)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pedemo Ganjar di KPK Sepertinya Pendukung Sudirman-Mbak Ida


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler