Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan, kinerja penerimaan pajak sepanjang awal tahun hingga akhir Agustus lalu sudah cukup baik. "Tapi, untuk semester ke dua, kita waspadai ancaman ekonomi global, itu bisa melemahkan penerimaan pajak," ujarnya, akhir pekan lalu.
Menurut Fuad, selama ini tren penerimaan pajak pada semester II biasanya lebih tinggi dibandingkan semester I. Namun, tahun ini, tren tersebut bisa saja berubah karena faktor ekonomi global. "Kita lihat, pertumbuhan ekspor melambat, harga komoditas pertambangan juga turun," katanya.
Melambatnya pertumbuhan perdagangan internasional (ekspor-impor) akan berimbas pada penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh) industri yang berorientasi ekspor. Selain itu, melemahnya harga komoditas juga akan menurunkan setoran PPh industri sektor tambang.
Sebagai gambaran, penerimaan pajak sepanjang semester I 2012 mencapai Rp 387,6 trilyun atau sekitar 45 persen dari target yang dipatok dalam APBN-P 2012 sebesar Rp 885,02 triliun. Fuad mengatakan, data terbaru realisasi pajak hingga 31 Agustus 2012 sudah mencapai Rp 520 triliun atau 59 persen dari target tahun ini.
Sebagai perbandingan, tahun lalu, penerimaan pajak pada Januari - Agustus 2011 sebesar Rp 449 triliun. "Jadi, kalau dibanding periode sama tahun lalu, realisasi tahun ini naik 16 persen," ucapnya.
Fuad menyebut PPh yang terdiri dari PPh badan dan PPh orang pribadi masih menjadi tulang punggung penerimaan pajak nasional dengan total Rp 302 triliun. Sedangkan realisasi PPN sebesar Rp 204 triliun. "PPh dan PPN ini yang utama, kalau yang lainnya agak kecil," jelasnya.
Lalu, apa strategi untuk menggenjot penerimaan pajak? Fuad mengatakan, beberapa strategi yang ditempuh adalah perbaikan sistem PPN dan "perbaikan sistem teknologi informasi untuk pengawasan terhadap Wajib Pajak. "Termasuk melakukan sensus pajak untuk menggali potensi penerimaan pajak yang lebih besar lagi," ujarnya.
Menurut Fuad, tahapan awal dari perbaikan sistem PPN adalah pelaksanaan registrasi ulang pada Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dimulai sejak Februari sampai dengan 31 Agustus 2012. "Kami akan mencabut sekitar 300 ribu PKP yang berpotensi menyelewengkan faktur pajak," tegasnya.
Fuad mengatakan, selama ini status PKP rawan disalahgunakan oleh pengusaha dengan menerbitkan faktur pajak fiktif. Dengan langkah ini diharapkan dapat mencegah kebocoran penerimaan PPN.
Sejauh ini, Ditjen Pajak telah mencabut sekitar 21.805 perusahaan yang memiliki status PKP. "Perusahaan-perusahaan tersebut dicabut status PKP-nya karena selama ini berstatus nonefektif dalam melaporkan pajaknya," ujarnya. (owi/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2014, Tanjung Perak Tak Amburadul
Redaktur : Tim Redaksi