Penerimaan Siswa Baru Diprotes Ortu

Rabu, 26 Juni 2013 – 02:23 WIB
BERAU - Upaya yang diprogramkan Dinas Pendidikan (Disdik) Berau untuk menghindari membeludaknya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang selama ini hanya terpusat di sekolah-sekolah tertentu dengan sistem rayon ternyata kacau dan menuai protes dari sejumlah orang tua calon siswa. Seperti terjadi di Rayon III yang meliputi SMP 9 Berau, SMP 1 Berau, SMP 2 Berau, dan SMP 14 Berau.

Saat pengumuman PPDB yang digelar di SMP 9 Berau, Senin (24/6) lalu, dari 1.025 siswa yang mendaftar sebanyak 321 pendaftar tidak diterima. Mengetahui anaknya tidak diterima dalam PPDB itu, orangtua yang merasa anaknya meraih nilai tinggi tidak percaya dengan keputusan yang ditetapkan.

Hingga akhirnya para orangtua melakukan aksi demo. Dalam aksi demo itu, para orangtua mempertanyakan bagaimana sistem pemeringkatan yang dilakukan pihak sekolah yang tergabung dalam Rayon III. Pasalnya, sejumlah siswa yang tidak diterima adalah siswa yang tergolong cerdas bahkan selalu meraih peringkat 5 besar saat masih duduk di bangku SD.

“Anak saya nilainya 8,1 kenapa bisa tidak diterima, sementara ada anak yang nilainya 6,4 diterima,” keluh salah seorang orangtua sambil menyodorkan nilai Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) anaknya.

Orangtua mempertanyakan bagaimana sistem perangkingan yang dilakukan dalam PPDB yang dianggap tidak adil itu dan diduga ada permainan atau percaloan tersebut.

Menanggapi hal itu, Ketua Rayon III yang juga Kepala SMP 9 Berau, Andi Ma’ruf mengaku sebelumnya telah berusaha menjelaskan kepada para orangtua siswa, namun pihak orangtua tidak puas dengan penjelasannya.

Menurut Ma’ruf, cara perangkingan PPDB ini adalah hasil dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKK) yang diajukan kepada Disdik. “Ini sudah tiga kali kami ajukan ke Disdik waktu itu Pelaksana Tugas (Plt) Pendidikan Dasar (Dikdas) Suprapto, sudah disetujui sampai tiga kali kita godok, akhirnya dibuatkan SK-nya,” beber Ma’ruf.

Begitu pula yang diungkapkan oleh Operator PPDB SMP 9, Syamsul. Dia menjelaskan, teknis pelaksanaan PPDB pertama formulir diserahkan pada sekolah dan pada formulir itu terdapat tiga rangkap kertas berisi bidodata pendaftar dan sekolah yang menjadi pilihan dan di kertas ke tiga terdapat petunjuk atau kriteria PPDB secara rinci dengan cara perangkingan.

“Di situ sudah jelas, kalau ada orangtua yang tidak tahu berarti dia tidak membaca,” katanya.

Syamsul menjelaskan, syarat-syarat PPDB terbagi lagi menjadi syarat umum dan syarat khusus. Adapun syarat khusus berbunyi siswa mengisi dan menyerahkan formulir pendaftaran serta pas foto ukuran 3x4.

“Yang paling penting itu, lanjutnya adalah bagi calon peserta didik baru apabila memiliki prestasi di bidang akademis dan non akademis tingkat kecamatan diberi skor 10, tingkat kabupaten 20, tingkat provinsi 30, dan tingkat nasional 40,” jelasnya.

Tidak cukup sampai di situ bagi calon peserta didik dari SD wilayah Kecamatan Tanjung Redeb mendapat poin 10, sehingga penghitungan nilai akhir untuk perangkingan nilai akhir adalah jumlah nilai rata-rata mata pelajaran 5 semester dikali 60 persen ditambah jumlah rata-rata nilai SKHUN dikali 40 persen ditambah nilai prestasi ditambah nilai wilayah SD sehingga menghasilkan nilai akhir.

Meski demikian, kata Syamsul, ada pula sekolah yang berupaya menambah poin bagi siswa lulusannya dengan membuatkan sertifikat sebagai peringkat satu. “Tapi itu tidak kita hitung karena tidak masuk kriteria,” ujarnya.

Syamsul mengatakan, dalam penilaian prestasi itu sendiri pihaknya hanya menghitung satu apabila calon peserta didik memiliki banyak prestasi di bidang yang sama. Nilai SKHUN sendiri hanya diambil 40 persen karena hanya memuat tiga mata pelajaran, sedangkan nilai rapor 60 persen karena terdiri dari 6 mata pelajaran.

“Jadi biar nilai SKHUN anak tinggi kalau nilai rapornya rendah akan tersingkir dengan yang nilai SKHUN rendah tapi nilai rapor baik, apalagi memiliki bukti prestasi,” tuturnya.

Sementara, beberapa guru juga angkat bicara mengenai protes sejumlah orangtua itu. “Waktu orangtua ke sini mereka teriak-teriak kami biarkan saja, karena mereka tidak tahu, kami saja anak kami tidak dimasukan di SMP 9. Kami guru di sini, tapi kami sadar kemampuan anak, kalau mau demo harusnya kami dulu yang protes ini ke sekolah,” ujar salah seorang guru SMP 9 yang tidak ingin disebutkan namanya. (*/yar/fir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Percepat Peningkatan APK Pendidikan Menengah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler