JAKARTA - Untuk menjaga kesinambungan program wajib belajar (Wajar) 9 tahun sekaligus menyiapkan generasi emas 2045, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program pendidikan menengah universal (PMU).
Program ini untuk menjamin ketersediaan akses pendidikan di jenjang SMA/MA dan SMK baik negeri maupun swasta. Berdasarkan data di Kemdikhbud, angka partisipasi kasar (APK) sekolah menengah baru mencapai 78,7 persen. Artinya ada 21,3 persen anak usia produktif tak bisa menikmati pendidikan menengah.
Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, peluncuran PMU ini menandai dimulainya pelaksanaan PMU yang sudah dipersiapkan sejak tahun 2011 lalu di seluruh provinsi dan kabupaten kota di Indonesia. Program ini sengaja dibuat untuk menghadapi meningkatnya penduduk usia produktif di Indoensia.
"APK sekolah menengah 78,7 persen. Berarti ada 20 persen lebih anak-anak usia 16-18 tahun bisa jadi hanya lulus SMP karena tidak bisa masuk SMA/SMK. Padahal usia mereka masih produktif," kata M Nuh, Selasa (25/6).
Karena itu program PMU di sekolah menengah mendesak dilakukan untuk percepatan tercapainya APK nasional. Bahkan, dengan adanya PMU, Kemdikbud menarget APK 97 persen bisa diwujudkan tahun 2020 mendatang.
"Kalau tak ada PMU, maka APK baru tercapai 2040 karena dengan program sederhana, kenaikan APK hanya nol koma sekian persen. Nah, dengan PMU kita targetkan setiap tahun hingga 2020 kenaikan APK bisa hingga 3 persen," jelasnya.
Dia menambahkan tidak sedikit daerah yang APKnya masih rata-rata 50 persen bahkan ada yang di bawahnya. Misalnya saja di Sampang, Madura, bila tidak ada percepatan dengan PMU maka APK 97 persen baru akan tercapai tahun 2060 mendatang.
"PMU konteksnya bonus demografi, yakni populasi usia produktif terjadi tahun 2010 - 2035. Usia produktif itu akan jadi bonus kalau kualitas orangnya bagus, dan jadi bencana kalau tidak bagus," pungkasnya.(fat/jpnn)
Program ini untuk menjamin ketersediaan akses pendidikan di jenjang SMA/MA dan SMK baik negeri maupun swasta. Berdasarkan data di Kemdikhbud, angka partisipasi kasar (APK) sekolah menengah baru mencapai 78,7 persen. Artinya ada 21,3 persen anak usia produktif tak bisa menikmati pendidikan menengah.
Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, peluncuran PMU ini menandai dimulainya pelaksanaan PMU yang sudah dipersiapkan sejak tahun 2011 lalu di seluruh provinsi dan kabupaten kota di Indonesia. Program ini sengaja dibuat untuk menghadapi meningkatnya penduduk usia produktif di Indoensia.
"APK sekolah menengah 78,7 persen. Berarti ada 20 persen lebih anak-anak usia 16-18 tahun bisa jadi hanya lulus SMP karena tidak bisa masuk SMA/SMK. Padahal usia mereka masih produktif," kata M Nuh, Selasa (25/6).
Karena itu program PMU di sekolah menengah mendesak dilakukan untuk percepatan tercapainya APK nasional. Bahkan, dengan adanya PMU, Kemdikbud menarget APK 97 persen bisa diwujudkan tahun 2020 mendatang.
"Kalau tak ada PMU, maka APK baru tercapai 2040 karena dengan program sederhana, kenaikan APK hanya nol koma sekian persen. Nah, dengan PMU kita targetkan setiap tahun hingga 2020 kenaikan APK bisa hingga 3 persen," jelasnya.
Dia menambahkan tidak sedikit daerah yang APKnya masih rata-rata 50 persen bahkan ada yang di bawahnya. Misalnya saja di Sampang, Madura, bila tidak ada percepatan dengan PMU maka APK 97 persen baru akan tercapai tahun 2060 mendatang.
"PMU konteksnya bonus demografi, yakni populasi usia produktif terjadi tahun 2010 - 2035. Usia produktif itu akan jadi bonus kalau kualitas orangnya bagus, dan jadi bencana kalau tidak bagus," pungkasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setor Rp2 Juta untuk Masuk Sekolah Negeri
Redaktur : Tim Redaksi