Penetapan Upah Minimum Banyak Menyimpang

Rabu, 26 September 2012 – 15:54 WIB
JAKARTA--Dalam proses penetapan upah minimum di lapangan saat ini sudah sangat menyimpang dari aturan yang ada. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengatakan, hal itu dibuktikan dari kewenangan Gubernur, Bupati, walikota dalam menetapkan Upah Minimum tidak berdasarkan pada usulan dewan pengupahan nasional, propinsi maupun kebupaten dan kota.

"Penyimpangan penetapan upah minimum lebih didasari untuk kepentingan politik. Ini bisa dikatakan sebagai dampak otonomi daerah yang otoriter dan juga alat politik," ungkap Anton saat diskusi tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan buruh di Gedung Kemenakertrans, Jakarta, Rabu (26/9).

Anton menjelaskan, unsur-unsur yang terdapat di dalam Dewan Pengupahan juga tidak taat kepada peraturan perundang-undangan khususnya yang mengatur tentang penetapan upah minimum. Bahkan, lanjut Anton, saat ini dirasakan bahwa dewan pengupahan cenderung memaksakan besaran upah minimum melebihi besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tanpa dasar hukum apapun.

"Situasi ini semakin rumit karena kewenangan bupati/walikota dalam mengusulkan besaran UMK jug untuk kepentingan politik. Gubernur tidak pernah memenuhi kewajiban untuk menetapkan tingkat pencapaian KHL di daerahnya masing-masing," paparnya.

Dengan kondisi demikian, Anton menyarakan agar dalam proses penetapan upah minimum tidak boleh mengabaikan faktor produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. "Oleh karena itu, demi keadilan seharusnya penetapan upah minimum selain memperhatikan KHL, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, juga harus memperhatikan keadaan dunia usaha," tuturnya. (Cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri-BNN Siap Berantas Sindikat Narkoba Internasional

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler