jpnn.com, JAKARTA - Destiawan Soewardjono, eks Direktur Utama PT Waskita Karya merasa dikriminalisasi.
Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan PT Waskita Karya (Waskita) dan PT Waskita Beton Precast (WBP).
BACA JUGA: Genjot Kinerja, Waskita Karya Bakal Lakukan Hal Ini
"Penetapan tersangka disertai rangkaian upaya paksa, berupa penggeledahan dan penyitaan jelas sewenang-wenang dan tidak berdasar hukum," ujar Enita Adyalaksmita, pengacara Destiawan, dalam keterangannya, Kamis (10/8).
Oleh Kejaksaan Agung, Destiawan diduga melawan hukum dengan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) menggunakan dokumen palsu. Analisa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara rugi Rp 2 triliun lebih.
BACA JUGA: Dirut Waskita jadi Tersangka, Erick Thohir Berkomentar Begini
Menurut Enita, sejak menjabat Dirut Waskita pada 4 Juni 2020, Destiawan justru beriktikad baik. Saat dilaporkan ada kerugian WBP sebesar Rp 300 miliar, dia memerintahkan Internal Audit Waskita untuk audit WBP dan join audit dengan PricewaterhouseCoopers (PwC).
"Ditemukan manipulasi keuangan di WBP. Hasil temuan dilaporkan Destiawan kepada Wamen II BUMN," kata Enita.
BACA JUGA: Sahroni Minta Kejagung Usut Tuntas Kasus Korupsi PT Waskita Karya
Lalu, ada temuan kerugian WBP sejumlah Rp 1,3 triliun, sumbernya dari proyek IPO dan kerugian Waskita sejumlah Rp 1,2 triliun, yaitu dari pencairan SCF sejumlah 5 kali menggunakan proyek fiktif di periode sebelum Destiawan menjabat (2016-2020).
Atas temuan itu, Destiawan dan tim melapor ke Polda Metro Jaya pada 12 Juli 2021 hingga memenuhi panggilan pada 12 November 2021.
"Setelah itu tidak ada tindak lanjut, sehingga Destiawan menyampaikan kepada Komisaris Utama Waskita dan Kementerian BUMN akan menggunakan jalur lain, yakni Kejaksaan Agung," terang Enita.
Pada Mei 2022 mulai proses penyelidikan terhadap WBP di periode 2016-2017 yang merugi. Pada Juni 2022, penyelidikan berkembang menjadi penyidikan SCF kepada Direktur Pemasaran WBP dan beberapa manager. Kemudian ditetapkan beberapa tersangka, salah satunya mantan Dirut WBP, Jarot Subana.
Enita menambahkan bahwa pada Desember 2022, penyidikan berkembang ke Waskita terkait penyalahgunaan dana SCF dan telah menetapkan 4 tersangka, yaitu Bambang Rianto, Haris Gunawan, Taufik Hendra Kusuma, dan Nizam Mustafa.
"Anehnya, Destiawan yang awalnya beriktikad baik menjalankan perintah Komut dan Kementerian BUMN melaporkan kasus WBP serta bersedia menjadi saksi malah jadi tersangka pada 28 April 2023," tutur Enita.
Belum cukup, pihaknya mengeluh Kejagung juga menggeledah dan menyita paksa aset keluarga tersangka, yakni 5 rumah dan 1 apartemen.
"Perolehan sebelum klien kami menjabat Dirut Waskita. Seluruh aset itu juga dibeli dan dicicil dari penghasilan Destiawan, istri, dan kedua anaknya," jelas Enita.
Kemudian, bersamaan proses BAP (Berita Acara Penggeledahan) saksi istri dan anak pada 23 Mei 2023, dilanjutkan penyitaan sebuah mobil dan uang tunai Rp 123 juta yang sudah disetor ke kas negara serta rekening istri dan anak dibekukan.
"Namun tanggal 7 Juli 2023, penyidik merubah dengan permohonan izin melalui Sita PN Bekasi menjadi hampir seluruh aset. Dan mobil serta uang tunai tidak ada dalam list sita yang dimohonkan melalui PN," tutur Enita. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh