Pengadilan Bisa Panggil Paksa Kivlan Zen

Senin, 09 Juni 2014 – 20:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bisa meminta bantuan ketua pengadilan untuk memanggil paksa Mantan Kepala Staf Komando Strategis dan Cadangan TNI Angkatan Darat (Kostrad), Mayjen TNI Purnawirawan Kivlan Zen, untuk menjelaskan peristiwa penculikan Mei 1998.

Pemanggilan paksa Kivlan diatur dalam Pasal 95 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM. “Bila seseorang dipanggil tidak datang, atau menolak datang untuk memberikan keterangan maka Komnas HAM bisa meminta ketua pengadilan negeri di manapun untuk memanggil yang bersangkutan,” ucap mantan anggota Komnas HAM Mayjen (TNI) Purn Samsudin.

BACA JUGA: Fadli Zon: Kasus Munir Terjadi di Era Presiden Megawati

Mantan anggota tim pemantauan Komnas HAM ini menambahkan, dari hasil penelusuran tim terungkap apa yang terjadi pada Mei 1998 tergolong pelanggaran HAM berat.

Para pelakunya secara sistematis melakukan penculikan, penyiksaan, penahanan secara semena-mena, hingga penghilangan orang lain.

BACA JUGA: Jokowi Datang, Antar Pendukung Saling Teriak

Terungkap pula, tindakan tersebut telah berlangsung sejak Orde Baru lahir. Para pemimpinnya lebih mengedepankan pembangunan ekonomi dibanding demokratisasi.

“Mereka (rezim Orde Baru) berpikiran tanpa stabilitas tidak ada pembangunan. Tak heran partai diciutkan jadi dua (selain Golkar) dan kewenangan berpusat di Presiden,” tambah Samsudin.

BACA JUGA: Ketum PBNU: Kiai Idris Meninggal Dalam Kondisi Tenang

Ditambahkan pula, Kivlan serta Prabowo layak dimintai keterangan oleh Komnas HAM karena diduga tahu beberapa operasi Kopassus yang kala itu dipimpin Prabowo. Selaku Danjen Kopassus, Prabowo telah mengeluarkan instruksi melebihi kewenangan yang dimilikinya.

Kopassus yang menurut Samsudin merupakan kesatuan komando pembinaan, di tangan Prabowo malah dijadikan alat untuk mengorganisir pasukan seperti membentuk Tim Mawar.

“Pembentukan Tim Mawar seharusnya atas perintah Panglima bukan oleh Danjen Kopassus. Apalagi saat itu dalam keadaan tertib sipil jadi bukan urusan tentara tapi urusan polisi,” jelas Samsudin lagi.  

Ditegaskan pula, sesuai UU No 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM, para pelakunya bisa dimintai pertanggungjawaban kapanpun sebab UU tersebut berlaku surut. Kasus ini harus disidangkan di pengadilan HAM adhoc.

Kivlan sendiri selalu menolak panggilan dengan alasan Komnas HAM telah melakukan pelanggaran administrasi dan melampaui kewenangannya sendiri. Dia juga membantah tahu soal rentetan penculikan MEi 1998. Atas inilah Kivlan pekan lalu melaporkan Komnas HAM ke Ombudsman RI. (pra/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aparat Antisipasi Sabotase Debat Capres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler