Pengadilan Tipikor Tolak Eksepsi Mantan Dirut Merpati

Berstatus Terdakwa, Hotasi Cukup jadi Tahanan Kota

Kamis, 26 Juli 2012 – 14:45 WIB

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak keberatan (eksepsi) mantan Direktur Utama (Dirut) Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) Hotasi Nababan yang didakwa korupsi dalam proyek pengadaan pesawat tahun 2006. Pada persidangan yang digelar Kamis (26/7), majelis menganggap keberatan Hotasi yang menyebut pengadaaan pesawat untuk perusahaan plat merah itu sebagai perkara perdata harus dibuktikan di persidangan.

Pada persidangan dengan agenda pembacaan putusan sela, ketua majelis hakim Pangeran Napitupulu menyatakan bahwa eksepsi penasihat hukum Hotasi yang menganggap Pengadilan Tipikor tidak berwenang menyidangkan kasus tersebut karena tergolong perkara perdata, harus dibuktikan terlebih dulu. "Ini baru bisa dibuktikan setelah memeriksa saksi-saksi di persidangan. Harus dicek apakah perjanjian pengadaan pesawat dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku atau ada perbuatan melawan hukum," ucap Pangeran pada persidangan yang digelar .

Menurutnya, Majelis tetap akan memeriksa pokok perkara meski dalam eksepsi disebutkan bahwa jaksa tidak punya cukup bukti dan surat dakwaan tidak mengurai perbuatan korupsi yang dilakukan Hotasi. Majelis juga tak sependapat dengan eksepsi Hotasi yang menyebut surat dakwaan kabur dan tidak lengkap.

Lebih lanjut Pangeran menegaskan, Majelis berpendapat surat dakwaan sudah jelas dan lengkap sehingga eksepsi terdakwa harus ditolak.  "Menyatakan keberatan tim penasihat hukum terdakwa tidak bisa diterima. Menyatakan surat dakwaan dari penuntut umum sudah sah dan dapat dijadikan dasar pemeriksaan di persidangan," ucap Pangeran saat membacakan putusan sela.

Meski demikian majelis tetap memberi kesempatan Hotasi untuk menghirup udara segar tanpa harus meringkuk di balik terali besi. "Memerintahkan agar terdakwa tetap menjadi tahanan kota," sebut Hotasi.

Atas putusan tersebut, Juniver Girsang yang menjadi koordinator penasihat hukum Hotasi langsung menyatakan banding atas putusan sela. "Kami mengajukan perlawanan terhadap putusan sela," ucap Juniver.

Ditemui usai persidangan, Juniver kembali menegaskan bahwa kliennya tak semestinya diadili di Pengadilan Tipikor. Juniver kembali menunjukkan surat dari KPK dan Bareskrim Polri yang menganggap kasus Hotasi  bukanlah perkara korupsi.

Seperti diketahui, Hotasi didakwa korupsi proyek pengadaan dua pesawat masing-masing Boeing 737-400 dan  737-500 pada 2006 untuk MNA. Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, dalam proyek pengadaan pesawat melalui sistem sewa (leasing) itu negara dirugikan hingga USD 1 juta.

Penyebabnya, Hotasi selaku Dirut MNA memerintahkan pembayaran sebesar USD 1 juta ke Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) yang akan memasok dua unit Boeing. Hanya saja meski dana USD 1 juta sudah disetor, ternyata pesawat yang akan disewa MNA dari TALG masih dimiliki dan dikuasai oleh pihak lain, yaitu East Dover Ltd.

Menurut JPU, Hotasi sebenarnya sudah tahu uang yang akan dibayarkan ke PT TALG akan digunakan untuk kepentingan lain. Akibat perbuatan tersebut, Hotasi dalam dakwaan primair dijerat dengan pasal 2 ayat (1)  juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara dan denda sebanyak-banyaknya Rp 20 miliar.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Krisis Tahu Tempe, Bukti Politik Ekonomi Gagal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler