jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti membeberkan pengakuan DH dan D selaku guru dari tiga siswa kakak beradik yang tiga kali tinggal kelas lantaran agama yang mereka dianut.
Tiga siswa penganut Saksi Yehuwa itu merupakan peserta didik di SDN 051 Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Mereka ialah M (14) kelas 5 SD, Y(13) kelas 4 SD, dan YT (11) kelas 2 SD.
BACA JUGA: Inikah Solusi Kasus Siswa Penganut Saksi Yehuwa yang 3 Kali Tinggal Kelas?
Retno mengatakan pengakuan guru itu merupakan hasil pengawasan Tim Gabungan yang terdiri dari KPAI, Itjen Kemendikbudristek, dan unsur masyarakat sipil mengunjungi sekolah ketiga korban, Senin (22/11).
"Tim melakukan wawancara dengan Ibu DH selaku guru Pendidikan Agama Kristen yang diperbantukan di SDN 051 Tarakan," kata Bu Retno dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (27/11).
BACA JUGA: Ini Lho Tampang Pengusaha Kuliner yang Menyetubuhi Karyawannya di Banyuanyar Solo
Sebagai guru yang diperbantukan, DH hanya mengajar mengajar 4 siswa termasuk tiga anak penganut kepercayaan Saksi Yehuwa yang 3 kali tinggal kelas. Selain itu, tim juga mewawancarai Ibu D, guru PJOK yang juga menjadi Pembina Agama Kristen.
Menurut pengakuan DH, ketiga anak tersebut pintar, bahkan nilai-nilai pengetahuannya sering mendapat 100 alias sempurna. Selain itu, ketiga kakak beradik itu juga berkelakuan baik dan sopan.
BACA JUGA: Begini Kondisi Ratusan Rumah di Nusukan Solo yang Dikosongkan Pemiliknya
"Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu D selaku pembina agama Kristen," ucap Retno.
Namun, nilai pendidikan agama tiga anak itu tidak tuntas pada rapor tidak naik kelas ketiga kalinya, karena nilai praktik tidak ada, tetapi nilai kognitif/pengetahuan tinggi dan nilai afektif atau sikapnya baik.
Nah, penyebab kosongnya nilai praktik ketiga anak tersebut ialah lantaran mereka menolak bernyanyi lagu rohani yang judulnya ditentukan oleh guru pendidikan agama Kristen. "Alasannya bertentangan dengan akidahnya," ungkap Retno sesuai pengakuan guru.
Mantan kepala SMAN 3 Jakarta itu menjelaskan orang tua korban sempat meminta izin agar anaknya diperkenankan menyanyikan lagu rohani yang sesuai akidahnya, tetapi tidak diperkenankan.
Alasan penolakan guru adalah berpedoman pada kurikulum pendidikan agama Kristen, padahal Kompetensi dasar (KD) dalam kurikulum pendidikan agama Kristen justru tidak menentukan judul lagu rohani.
"KD tersebut sama sekali tidak menentukan judul lagu rohani yang harus dinyanyikan oleh peserta didik", ungkap Retno.
BACA JUGA: Harapan Tiga Siswa Penganut Saksi Yehuwa yang 3 Kali Tinggal Kelas, Jawabannya Sama
Sementara itu, ketika mengunjungi rumah korban, tim gabungan mendengarkan suara anak-anak tersebut dalam kasus yang menimpa mereka, yakni tinggal kelas selama tiga tahun berturut-turut.
Ketika tim bertanya apa harapan atau keinginan ketiga anak yang 3 kali tinggal kelas itu, mereka menjawab 'hanya ingin naik kelas'.
"Saat ditanya apa lagi harapannya? Jawabannya kurang lebih sama, hanya ingin naik kelas. Ketiganya juga ingin tetap bersekolah di SDN 051 Kota Tarakan," ujar Retno.
BACA JUGA: Marbut Masjid Curiga Air di Kamar Mandi Jalan Terus, Lalu Diintip, Astaga, Ternyata
Terakhir, anak-anak itu juga menyatakan kehilangan semangat belajar jika nanti akan mengalami tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam