Pengakuan Pengusaha soal Potensi Ekspor Bawang Merah TSS, Mengejutkan

Sabtu, 10 Juli 2021 – 21:04 WIB
Bawang merah True Seed Shallots (TSS). Foto: Hortikultura

jpnn.com, JAKARTA - Pengusaha mengakui bawang merah yang dihasilkan dari budi daya benih biji True Seed Shallots (TSS) memiliki prospek yang tinggi untuk pasar ekspor.

Pemilik perusahaan ekspor bawang merah PT Binagloria Enterprindo Willy Agusman mengungkapkan efektivitas bawang merah TSS untuk ekspor bisa mencapai 90 persen.

BACA JUGA: Kementan Perkenalkan Kampung Buah Naga Organik Ramah Lingkungan

Menurut dia, efektivitas ini jauh lebih tinggi daripada bawang merah Bima yang selama ini menjadi primadona tujuan ekspor.

“Bawang Bima yang primadona tujuan ekspor itu efektivitasnya hanya 60 persen. Sementara TSS bisa mencapai 90 persen. Bisa dihitung sendiri keuntungannya,” ujar Willy.

BACA JUGA: Kementan Bakal Bangun Food Estate Berbasis Hortikultura di Pulau Jawa

Selain itu, Willy menjelaskan tidak hanya efektivitasnya, ukuran bawang merah TSS varietas Lokananta juga memberikan keuntungan lebih untuk ekspor.

Willy menilai ukuran bawang merah TSS Lokananta lebih besar dari ukuran super bawang merah Bima. Selain itu, bentuk yang dimiliki bawang merah TSS juga sangat sesuai dengan permintaan pasar ekspor.

BACA JUGA: Bawang Merah dan Cabai Rawit Rubaru, Potensi Andalan Hortikultura Sumenep

"Hasil bawang merah TSS yang bagus untuk ekspor sangat ditentukan dari hasil budidayanya," kata dia.

Willy menambahkan dalam membudidayakan bawang merah TSS, perhatikan penggunaan pupuk ureanya karena jika berlebihan dapat menyebabkan busuk akar.

Willy menyarankan untuk pengelolaan pascapanen bawang merah TSS harus dijemur hingga kering, karena harga jualnya di pasar ekspor lebih tinggi.

“Jangan terlalu banyak pupuk urea karena dapat menyebabkan bawang merah TSS busuk akar. Lalu untuk pascapanen, sebaiknya dijemur hingga kering karena dari pengalaman saya ekspor, bawang merah kering bisa mendapat harga lebih bagus,” tegas Willy.

Bawang merah TSS dikembangkan salah satunya oleh PT East West Seeds Indonesia (EWINDO).

PT EWINDO telah merintis TSS sejak 31 tahun yang lalu. Keputusan untuk mengembangkan bawang merah TSS ini berangkat dari pemikiran bahwa petani tidak bisa terus-terusan menggunakan umbi karena tidak bisa meningkatkan produktivitas.

Pada 2006, PT EWINDO berhasil mengeluarkan produk TSS sendiri yang diberi nama TUK-TUK. Selanjutnya pada 2009, mengeluarkan produk benih biji hibrida SANREN dan pada 2016 mengeluarkan benih biji LOKANANTA.

“Perusahaan kami bukan pemain baru. TSS sudah dirintis sejak 31 tahun yang lalu dan ini berangkat dari pemikiran ‘kalau petani terus-terusan menggunakan umbi, tidak bisa meningkatkan produktivitas’,” ungkap Muhamad Ichsanuddin, Acting Product Manager PT EWINDO.

Ichsanuddin menambahkan bahwa mau tidak mau, petani harus mulai transisi dari umbi ke TSS. Hal ini dikarenakan harga bibit umbi semakin tinggi, biaya distribusi bibit umbi juga semakin tinggi. Selain itu, bibit umbi memerlukan ruang penyimpanan yang luas dan berpotensi membawa penyakit dari lahan.

TSS dipilih karena memberikan banyak keuntungan.

“Mengapa TSS? Pertama, material tanam relatif murah. Kemudian, mudah dari sisi transportasi, tidak mengambil banyak tempat untuk penyimpanan, menghasilkan umbi sehat bebas patogen, dan produktivitas menjadi lebih tinggi,” jelas Ichsanuddin.

Selanjutnya, Ichsanuddin menjelaskan ada 3 (tiga) metode atau sistem produksi bawang merah TSS untuk konsumsi, yaitu pindah tanam menggunakan semaian, tanam benih langsung, dan penggunaan umbi mini.

Metode umbi mini memerlukan waktu yang cukup lama hingga panen, yakni sekitar 8 bulan.

Sebelumnya, salah satu strategi yang digunakan Kementerian Pertanian untuk mengamankan pasokan bawang merah (bamer) adalah dengan mendorong penggunaan benih True Seed Shallots (TSS) untuk provitas yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, APBN 2021 dialokasikan untuk mendukung produksi bamer di 3.900 hektar di seluruh Indonesia, terutama di wilayah defisit.

Hal itu disampaikan Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Tommy Nugraha saat menjadi salah satu narasumber bimbingan teknis (bimtek) secara daring untuk para petani, penyuluh, dan penggiat pertanian, Kamis (8/7). (jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler