Kisah hidup Karmaka Surjaudaja, chairman emeritus Bank OCBC NISP, memang penuh likuLahir dari keluarga miskin asal Fujian, Tiongkok, kini dia memimpin bank dengan aset Rp 34 triliun
BACA JUGA: Gundala Putra Petir, Superhero yang Terangkat Momen Ponari
Maut seperti tak pernah berhenti mengintai kehidupannya.IWAN UNGSI, Jakarta
-----
TAMPIL dalam acara talk show di televisi swasta di Jakarta, Karmaka Surjaudaja yang mengenakan stelan jas warna hitam dipadu dasi keemasan masih tampak gagah pada usia 75 tahun
BACA JUGA: Kesaksian Kerabat Dekat David Hartanto, Mahasiswa Indonesia yang Tewas di Singapura
Mulai pengalaman beberapa kali mau dibunuh orang, percobaan bunuh diri, hingga menjalani operasi transplantasi liver dan ginjal sehingga harus mengalami koma beberapa kali.Sejak 13 tahun lalu, Karmaka bahkan divonis mati oleh dokter
BACA JUGA: Mengunjungi Kuil-Kuil Tertua di Jepang
Moto hidup Karmaka ''Tidak Ada Yang Tidak Bisa'' akhirnya menjadi judul buku 279 halaman yang ditulis oleh CEO/Chairman Jawa Pos Dahlan IskanPenulisan buku tersebut bermula ketika anak Karmaka, Pramukti Surjaudaja, menghubungi Dahlan yang pada 2007 sukses menjalani transplantasi hatiLewat Pramukti, sang ayah menitipkan nasihat kepada Dahlan agar tak langsung bekerja keras setelah operasiSembari menasihati tersebut, Karmaka juga menceritakan kisah hidupnyaKisah tersebut membuat Dahlan tergerak untuk menulis
''Saya merasa bersalah kalau kisah Pak Karmaka ini tidak ditulisWong buku tentang pengalaman (ganti hati) saya tulis laris kok,'' ujar Dahlan yang saat itu duduk di samping Pramukti Surjaudaja.
Karmaka memulai cerita hidup dengan mengenang saat dirinya diduga menderita penyakit kanker sirosis dan dibawa ke New York, Amerika SerikatSetelah diperiksa, ternyata dia menderita PBC (primary biliary cirrhosis), penyakit hati yang disebabkan abnormalitas sistem imun tubuh.
Meski bukan kanker, penyakit yang dia derita tidak kalah gawatSaat itu Prof Fenton Shaffner yang memeriksa Karmaka mengemukakan bahwa penyakit yang dia derita tidak ada obatnyaPengidap penyakit itu biasanya akibat merokok dan minum-minuman alkohol
''Padahal, saya tidak merokok dan minum alkoholKemungkinan karena saya sering berada dalam ruangan orang yang merokok untuk membicarakan bisnis,'' kenang pria yang dipanggil Nyao oleh cucu-cucunya itu.
Setelah berkonsultasi, dokter menyimpulkan bahwa penyebab penyakit Karmaka adalah overstress yang berkelanjutanSejak muda Karmaka memang dikenal sebagi pekerja kerasPagi dia mengajar sebagai guru, siang menjadi buruh pabrik tekstil, dan malam sebagai guru les privatAktivitas yang terakhir membuat dia bertemu dengan istri yang mendampinginya hingga kini.
Karena memang tak ada obatnya, dokter Amerika itu menyuruh Karmaka bersama istri pulang dan menikmati sisa hidupNamun, Karmaka tak menyerah''Kami ke poliklinik di Jerman, kemudian ke JepangSemua dokter angkat tangan,'' katanya.
Saat kembali ke tanah air, pikiran Karmaka lebih tertuju kepada buah hatinyaAnak-anaknya disuruh untuk menuntut ilmu ke Amerika SerikatPada 1997, kondisi dia terus memburukItu ditandai dengan gejala-gejala seperti muntah darah maupun berak darahSatu-satunya pengobatan saat itu adalah transplantasi hatiKarmaka menolakSebab, saat itu teknologi kedokteran belum semaju sekarangDi antara tiga orang Indonesia yang transplantasi, tidak ada satu pun yang bisa bertahan hidup dalam setahun.
Suatu hari, masih pada 1997, Karmaka pingsan di kantor pusat Bank NISP di BandungPenyakit itu telah menyebabkan saluran pembuluh darahnya hampir pecahDia kemudian diterbangkan ke sebuah rumah sakit Mount Sinai di New York, AmerikaDi sana pihak RS justru memarahi keluarga Karmaka karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan''Mencari donor (liver) di Amerika juga tidak mudahButuh waktu 1-2 tahun,'' kata Karmaka, yang saat bayi 10 bulan harus dijamin 500 gulden untuk bisa masuk Indonesia dengan perahu.
Akibat berbagai problem yang mengimpit, Karmaka sempat hilang akalDia meminta seluruh keluarganya pulang ke BandungKalau tidak, dia memilih untuk meninggal sajaTidak mau berdebat dengan pasien yang sakit keras, dengan berat hati anggota keluarga Karmaka mengabulkan permintaan itu
Pada saat itu, kata Karmaka, perutnya yang telah membesar menandakan penyakit liver yang dideritanya sudah gawatSaat itulah muncul keinginan Karmaka untuk mengakhiri hidupSambil duduk dia mencopoti alat-alat bantu medis, kemudian menundukkan kepala untuk menekan hatinyaSaat itu dia merasa pembuluh darahnya serasa ada yang pecah"Saat itu saya yakin akan matiSaya kemudian berdoa kepada Tuhan," kata pria bernama asli Kwee Tjie Hoei itu.
Menurut Karmaka, doa itu masih terkenang hingga kiniAda dua hal yang dimintanyaYang pertama, minta maaf kepada Tuhan yang ditinggalkannya sejak 1964Yakni, ketika adiknya, Kwee Tjie Ong, meninggal dunia akibat kecelakaan beberapa hari sebelum diwisuda menjadi sarjana.
Hubungan emosional yang erat dengan sang adik membuat Karmaka "marah" besar kepada TuhanSebab, demi adiknyalah Karmaka mengalah tidak masuk ITB jurusan elektro yang diidam-idamkanKondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat ayahnya hanya bisa membiayai pendidikan tinggi satu anak
Karmaka bangga adiknya menunjukkan prestasi yang brilian di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas IndonesiaKetika mahasiswa lain harus ditempatkan PTT di pedesaan, adiknya justru langsung menjadi asisten dosen dan meraih beasiswa spesialis internist (penyakit dalam).
Setelah terjadi kecelakaan, Karmaka mempertanyakan keputusan Tuhan mengambil nyawa adiknya yang disayangi keluarga"Padahal, kami sekeluarga rajin ke gereja tiap minggu," kenangnya.
Doa kedua yang dipanjatkan Karmaka adalah agar Tuhan mengampuni dosa keduanyaYakni, pada 1966, saat terjadi krisis ekonomi, kepala kantor Bank NISP sampai dicekik dan diculik oleh masyarakat"Kami harus memberhentikan kurang lebih 3.000 karyawan NISP yang loyal dan setia," lanjutnya.
Di antara dua doa meminta ampun tersebut, Karmaka juga masih sempat menantang Tuhan"Kalau memang Tuhan ada, maka akan ada donor dalam tiga hari ini," katanya.
Untung, upaya Karmaka mengakhiri hidup itu diketahui perawat yang kemudian menyelamatkannyaSetelah kejadian tersebut, dokter tidak lagi percaya kepadanya dan menugasi dua suster untuk menjaganya
Hari pertama setelah kejadian itu, Karmaka melihat air seninya masih kuningTanda-tanda pembuluh darah yang pecah adalah air seni menjadi merah atau kehitamanDemikian juga hari keduaLalu, pada hari ketiga terjadi kejutanSeorang suster mengabarkan ada donor yang siap memberikan livernya untuk Karmaka.
"Kabar itu seperti jawaban dari Tuhan atas doa-doa saya," kata Karmaka yang sukses menjalani operasi transplantasi hati itu. (bersambung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi JAXA, Lembaga Pelatihan Astronot Jepang
Redaktur : Tim Redaksi