Pengamat Anggap Aksi Korporasi Pertamina Hal Wajar

Jumat, 20 Juli 2018 – 16:56 WIB
Kantor Pertamina. Foto: dokumen jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai aksi korporasi PT Pertamina (Persero) untuk memperkuat sisi keuangan perusahaan dalam bisnis minyak bumi dan gas (migas) merupakan hal yang wajar dan tepat.

Menurut Fahmy, dalam bisnis industri migas,  hal tersebut masuk dalam kategori spin off dan bukan bagian dari pelepasan atau penjualan aset kepada pihak lain (swasta).

BACA JUGA: Bernarkah Pertamina Bakal Jual Asetnya?

"Yang harus dipahami itu adalah perbedaan antara privatisasi dan spin off. Kalau privatisasi, kan, melepaskan semua, menjual asetnya kepada pihak tertentu tanpa hak kepemilikan lagi. Apa yang dilakukan Pertamina itu spin off, mencari mitra investasi. Wajar dalam bisnis migas," ujar Fahmy, Jumat (20/7).

Dia menambahkan, spin off akan memberikan dua hal positif bagi perusahaan pelat merah itu.

BACA JUGA: Pertamina Bakal Lepas Aset demi Dongkrak Kinerja

Pertama, akan ada dana segar yang diperoleh dari kerja sama. Kedua, memperkuat keuangan Pertamina ke depan untuk bisnis selanjutnya.

"Misalnya dengan spin off di Blok Mahakam ada pengelolaan keuangan yang sehat dan stabil. Investasi masuk, dikelola bersama sehingga menguntungkan Pertamina. Atau juga tujuannya pembangunan kilang minyak. Dari situ bisa bekerja sama sehingga dana Pertamina tidak tergerus dan mempertahankan pasokan BBM," ungkap Fahmy.

BACA JUGA: Pertamina Jamin Ketersediaan Pasokan Avtur Selama Musim Haji

Fahmy menampik tudingan bahwa aksi korporasi dilakukan karena Pertamina mengalami kerugian.

Menurut Fahmy, hingga semester pertama 2018, keuangan Pertamina masih stabil dan menguntungkan.

"Jadi, tidak ada anggapan karena rugi. Spin off adalah usaha biasa dalam bisnis migas. Beda sekali privatisasi dan spin off," kata Fahmy.

Meski demikian, Fahmy menyarankan agar pengawasan terhadap sistem bisnis spin off perlu diperketat.

"Perlu pengawasan juga seperti jangan sampai penerimaan dari pengelolaan Blok Mahakam lebih kecil. Atau misalnya harga pembangunan kilang tidak sepadan sehingga BBM melonjak," kata Fahmy.

Fahmy menambahkan, spin off yang dilakukan Pertamina akhirnya menjadi komoditas politik.

Hal itu disebabkan apa pun yang terkait pemerintahan diperbesar oleh pihak tertentu tanpa pemahaman. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamina Buka Kans Pemkab PPU Garap Blok East Kalimantan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler