Pengamat Anggap Tak Ada yang Salah Dari Sistem Pemilihan Presiden Langsung 

Jumat, 07 Juni 2024 – 22:21 WIB
Besaran honor PPK Pilkada Serentak 2024 sama dengan honor PPK Pilpres 2024 dan Pileg 2024. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Jamiluddin Ritonga menyebut upaya publik menolak amendemen Undang-Undang Dasar 1945 terhadap aturan sistem pilpres hal wajar.

Sebab, upaya amendemen bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin ke depan.

BACA JUGA: PDIP Tak Setuju Pemilihan Melalui MPR, Hasto Singgung Pidato Megawati Pas Rakernas

"Hal ini juga sejalan dengan roh sistem demokrasi itu kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, presiden yang dipilih rakyat harus mewakili suara rakyat," kata Jamiluddin dalam keterangan pers, Jumat (7/6).

Selain itu, kata dia, penolakan amendemen sejalan dengan konsep sistem presidensial saat pemimpin tertinggi negara dipilih oleh rakyat.

BACA JUGA: MK Perintahkan Pemilihan Ulang di Dapil Jawa Barat Ini, Apa Alasannya

"Oleh karena itu, tidak ada yang salah dalam pemilihan presiden secara langsung. Sistem itu justru mencerminkan kedaulatan rakyat sesungguhnya, tanpa diwakilkan melalui MPR," ujar Jamiluddin.

Dia menganggap sembrono upaya amendemen UUD 1945 untuk mengembalikan sistem pilpres dari langsung ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan alasan marak politik uang.

BACA JUGA: Bawaslu Siaga Awasi Pemilihan Kepala Daerah Khusus Jakarta 2024

"Jadi, kalau persoalannya mengembalikan sistem pilpres langsung ke tidak langsung karena maraknya politik uang, maka itu sikap yang konyol," ujar eks Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.

Menurut dia, bukan sistem yang salah ketika politik uang marak pas pilpres, melainkan individu kontestasi politik.

"Dalam konteks ini, peserta pilpres, termasuk calonnya, justru yang mengabaikan hukum dan HAM. Sebab, dengan membenarkan politik uang, mereka justru sudah tidak tegak melaksanakan hukum dan melanggar HAM," ujar Jamiluddin.

Dia juga menganggap alasan keterbelahan masyarakat demi mengembalikan pilpres dari rakyat ke MPR tidak masuk akal.

"Tidak logis. Sebab, sudah berulang pilpres secara langsung keutuhan NKRI tetap terjaga," katanya.

Jamiluddin mengatakan keterbelahan muncul karena peserta melakukan kampanye hitam. Hal itu berujung dengan tumbuhnya apriori terhadap kandidat lain. 

"Oleh karena itu, keterbelahan di tengah masyarakat dapat diatasi bila peserta pilpres hanya menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya. Peserta pilpres tidak perlu menguliti capres lainnya dengan berbagai pesan negatif," kata pengamat dari Universitas Esa Unggul itu.

Jamiluddin mengatakan tidak ada alasan bagi Indonesia melaksanakan amendemen mengembalikan sistem pilpres.

"Seharusnya, tidak ada alasan yang kuat untuk mengembalikan pilpres secara tidak langsung. Hal itu tak boleh dilakukan karena membawa Indonesia mundur ke masa Orde Baru," ungkap dia. (ast/jpnn)


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler