JAKARTA - Partai Golkar saat ini dinilai sedang mengalami krisis kepemimpinan. Pemicunya, karena adanya segelintir elite di partai berlambang pohon beringin ini yang berupaya melakukan sentralisasi kepemimpinan di tubuh partai. Akibatnya partai yang selama ini bersifat terbuka mulai bergerak ke arah oligarki.
Hal itu disampaikan Direktur Populi Center Nico Harjanto dalam diskusi publik ’Siapa Berebut Golkar’ bersama mantan ketua Umum DPP PG Akbar Tanjung yang digelar Populi Center di Restoran Gado-gado Boplo di Jalan Gereja Theresia Menteng Jakarta Pusat, Sabtu (15/11).
”Golkar sekarang itu mengarah pada oligarkis,” ujar Nico.
Menurutnya, saat ini ada perilaku tidak sehat bagi kelangsungan partai, yakni Partai Golkar (PG) bekerja bagaikan perusahaan tertutup dengan Aburizal Bakrie sebagai pemimpinnya.
Sementara kepemimpinan di internal partai hanya dikendalikan segelintir elite di partai itu. ”Ini tidak sehat bagi partai,” tukas Nico.
Bentuk kepemimpinan seperti ini, kata Nico, sudah tidak bisa diterapkan di masyarakat. Padahal untuk menjadikan Golkar sebagai partai yang besar kembali, dibutuhkan dukungan dari seluruh kader di lapisan bawah partai.
Ia pun mencontohkan, dalam Pilpres lalu, partai bukan lagi menjadi faktor penentu sebuah kemenangan. Namun gerakan massa yang menamakan diri sebagai Relawan Jokowi-JK di berbagai daerah yang sangat berperan besar dalam memenangkan Jokowi-JK.
”Relawan adalah bentuk dukungan kalangan bawah kepada calon pemimpinnya,” tegas Nico.
Dengan contoh tersebut, menurut Nico, PG membutuhkan komunikasi politik dari daerah-daerah. Sebab elite di PG sangat memerlukan dukungan dari berbagai daerah di lapisan bawah partai, yang mana dukungan daerah itu genuine alias asli.
”Perlu adanya update komunikasi politik dalam organisasi di daerah, dan tentu saja barisan organisasi sayap dan barisan organisasi lain,” terangnya.
Nico juga menyarankan setiap calon ketua umum DPP PG yang akan ”berlaga” dalam Munas PG nanti harus mendapatkan dukungan dari daerah secara alami dengan membuang kekhawatiran tidak mendapatkan logisitik atau dipecat.
Ia menilai, hal tersebut harus dilakukan untuk menyelamatkan partai demi bertahannya partai tersebut dari delegitimasi masyarakat. Meskipun diakuinya, PG memang nyata- nyata menjadikan logistik sebagai bahan bakar penggerak partai, dan kenyataan tersebut berbahaya untuk mendapat dukungan signifikan dalam Pileg dan Pilpres 2019 mendatang.
”Golkar ini sekarang bersifat oligarki yang lebih sempit dan kecil, dan itu tidak sehat. Seharusnya parpol harus mensyaratkan dukungan dari bawah yang nyata dan dukungan karena idealisme. Bukan karena takut dipecat, atau tidak mendapatkan logistik,” tutur Nico.
Terkait pemilihan ketua umum secara aklamasi yang ditengarai akan terjadi pada Munas Golkar nanti, menurut Nico juga sangat tidak sehat bagi perkembangan demokrasi dan bagi partai itu sendiri. Ia pun meminta semua pihak di tubuh PG agar mempertimbangkan hak para pemegang suara.
”Aklamasi itu tidak sehat dalam pertumbuhan parpol. Apalagi partai sekelas Golkar,” pungkas Nico.
Masih di lokasi yang sama, Ketua Dewan Pertimbangan DPP PG Akbar Tandjung mengatakan situasi Golkar saat ini sudah sangat berbeda dengan situasi Golkar di era Orde Baru. Artinya, kader berpindah partai saat ini bukan lagi menjadi hal yang memalukan.
”Sekarang orang pindah-pindah parpol itu bukan sesuatu yang aib,” ujar Akbar.
Ia menambahkan, bahkan banyak kader Golkar yang hengkang dari partai justru mendulang sukses, seperti Surya Paloh dengan Partai NasDemnya, Wiranto dengan Partai Hanura, Prabowo Subianto dengan Partai Gerindra, atau mantan Siti Nurbaya Bakar yang saat ini menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga Ferry Mursyidan Baldan yang kini menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang.
”Mereka itu semua adalah alumni Golkar,” tandas Akbar. (ind)
BACA JUGA: Petinggi PDIP Desak Jokowi Pecat Tiga Menteri Ini
BACA ARTIKEL LAINNYA... Server E-KTP di Medan Merdeka Utara, Bukan di Luar Negeri
Redaktur : Tim Redaksi