jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan konstitusi, undang-undang, etika, dan moral itu sangat kontekstual. Menurut Emrus, semua bisa diubah tergantung tujuan.
“Semuanya serba-cair tergantung bagaimana dinamika politik dari suatu negara,” kata Emrus dalam diskusi Empat Pilar MPR bertajuk "Menakar Peluang Amendemen Konstitusi" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12).
BACA JUGA: Fadli Zon: Amendemen UUD 1945 Jangan Sekadar untuk Kepentingan Sesaat
Menurut Emrus, amendemen konstitusi bukan hanya menjadi tugas MPR sendiri, tetapi harus melibatkan masyarakat termasuk pakar dan akademisi. Ia mengatakan kalau hanya melibatkan MPR yang di dalamnya banyak partai politik, maka dikhawatirkan terjadi perbedaan perspektif dan konflik kepentingan.
“Perspektif Golkar akan beda, perspektif PDI Perjuangan berbeda, dan lain sebagainya. Di sana akan terjadi kepentingan-kepentingan politik yang mewarnai sehingga tidak heran nanti konstitusi bisa diubah lagi,” ujarnya.
BACA JUGA: Kabar Terbaru Seputar Amendemen UUD NRI Tahun 1945
Dia menjelaskan lebih baik amendemen untuk tujuan bangsa dan bukan pragmatis ini, dibentuklah sebuah tim. Menurut dia, tim itu tidak hanya diisi dari MPR saja. Melainkan harus melibatkan akademisi maupun pakar-pakar hukum yang ada di Indonesia.
“Misalnya, ada 1000 mendaftar sesuai dengan kriteria yang diberikan, baru kemudian dipilih. Jangan ada intervensi dari kekuatan politik apa pun,” tegasnya.
BACA JUGA: Pemerintah Jangan Sekadar Tidak Memperpanjang Izin FPI, tetapi Langsung Bubarkan
Ia menambahkan hasil kajian akademisi dan pakar itu nanti dipertimbangkan. Misalnya, pasal mana yang harus diamendemen atau tidak. “Baru nanti itu bias diperdebatkan di MPR,” ujar direktur eksekutif EmrusCorner itu.
Menurut dia, jangan seolah-olah konstitusi ini semata-mata menjadi produk MPR, meskipun sudah menjadi amanat konstitusi. Namun, dalam prosesnya harus melibatkan semua pihak. “Ini produk kita bersama. Mari kita berwacana, mari kita berpendapat,” katanya.
"Kalaupun memang keputusan terakhir itu dengan politik, tetapi sumbernya harus ada juga yang diberikan oleh para akademisi.”(boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy