Pengamat Dukung Langkah Menteri Bahlil Membatasi Subsidi BBM, Begini Alasannya

Jumat, 30 Agustus 2024 – 00:30 WIB
SPBU Pertamina. Foto Yessy Artada/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mendukung rencana pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang akan menerapkan pembatasan konsumsi dan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi pada 1 Oktober 2024.

Menurut Fahmy, kebijakan tersebut sangat mendesak dan segera diterapkan untuk membantu mengurangi pembengkakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (APBN. Sebab selama ini subsidi BBM dinilai tidak tepat sasaran.

BACA JUGA: Soal Wacana Pembatasan BBM Bersubsidi, Jokowi: Masih dalam Proses

“Menurut saya, sangat urgent karena beban APBN untuk subsidi itu kan semakin membesar dan salah sasarannya juga cukup besar sekitar 90 triliun, sehingga bebannya semakin berat oleh karena itu harus dilakukan secara serius oleh Bahlil tadi untuk segera menerapkannya.” ujar Fahmy, Kamis (29/8/2024).

Menurut Fahmy, sebenarnya wacana pembatasan BBM bersubsidi sudah beberapa kali dilempar ke publik, seperti yang pernah dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akan membatasi BBM subsidi.

BACA JUGA: PPN Bentuk Satgas Pastikan Distribusi BBM dan LPG ke IKN Terpenuhi

“Saya kira wacana untuk pembatasan BBM subsidi itu berulang kali dilakukan oleh pemerintah tetapi tidak juga diterapkan terakhir Luhut mengatakan 17 Agustus akan ada pembatasan, ternyata dibantah oleh Airlangga,” ucap Fahmy.

“Nah kali ini, Bahlil apakah nanti bisa diterapkan atau tidak. Kita lihat saja nanti,” tambahnya.

BACA JUGA: PPN Memperkenalkan Pola Kemitraan Bisnis Non-BBM di IFRA 2024

Fahmy mengatakan berdasarkan data yang dimilikinya sebanyak Rp 90 triliun salah sasaran, oleh karena itu pemerintah harus segara menyelamatkan anggaran yang besar tersebut dengan menerapkan pembatasan.

“Saya kira data menunjukkan sekitar 90 triliun BBM di situ tidak tepat sasaran dan itu jumlah yang sangat besar itu harus segera diselamatkan,” tegasnya.

Lebih lanjut Fahmy menerangkan pembatasan BBM subsidi bukan berarti menaikkan harga BBM itu yang harus diluruskan kepada masyarakat.

Jika itu tidak segera dibatasi, kata Fahmy,  maka sebaiknya pemerintah juga tidak lantas membuat kebijakan pintas menaikkan BBM untuk mengamankan APBN. Sebab, jika pemerintah menaikkan BBM justru malah akan berdampak negatif terhadap inflasi dan menekan daya beli masyarakat.

“Kalau itu tidak pernah diterapkan biasanya pemerintah mencari cara yang mudah dengan menaikkan harga BBM subsidi itu dampaknya akan cukup signifikan terhadap inflasi terhadap daya beli,” katanya.

“Kebijakan pembatasan itu sudah sangat cepat kemudian harus segera dilakukan,” pintanya.

Fahmy menekankan perlu dilakukan sosialisasi terlebih dahulu secara luas kepada masyarakat bahwa pembatasan BBM bersubsidi bukanlah menaikkan harga BBM.

“Kemudian perlu juga ada sosialisasi agar persepsi masyarakat terhadap pembatasan itu tidak keliru karena selama ini yang dipahami oleh masyarakat bahwa pembatasan subsidi itu akan terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi padahal kan tidak semua,” katanya.

Selain itu, lanjut Fahmy, sebelum menerapkan kebijakan pembatasan BBM subsidi, ia mendorong agar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM mekanismenya di lapangan diatur secara ketat agar tepat sasaran.

“Tetapkan dulu mekanismenya seperti apa nah baru dicantumkan dalam Perpres 191 itu yang kemudian harus diperlakukan oleh pemerintah dalam waktu dekat ini,” tukasnya.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerapkan pembatasan konsumsi dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi dalam waktu dekat.

Menurut Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pembatasan pembelian BBM Subsidi tersebut dapat dijalankan mulai Oktober 2024.

"Memang ada rencana begitu (Oktober mulai dilakukan pembatasan). Karena begitu aturannya keluar, itu kan ada waktu untuk sosialisasi,” ucap Bahlil.

Bahlil menyampaikan saat ini konsumsi BBM subsidi masih banyak yang tak tepat sasaran. Alias, masih banyak kalangan menengah yakni mobil-mobil mewah yang menggunakan BBM Subsidi.

"Iya (orang kaya tak boleh konsumsi), kan BBM subsidi untuk yang berhak menerima. Kalau yang berhak menerima subsidi itu kan masyarakat yang ekonomi menengah ke bawah. Kalau seperti kita menggunakan BBM bersubsidi ya apa kata dunia?" ujar Bahlil.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler