jpnn.com, JAKARTA - Swasembada beras di era Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dinilai relatif stabil dan lebih fenomenal. Hal itu karena kebijakan-kebijalan dari Mentan Amran yang memihak pada para petani.
Demikian disampaikan pengamat ekonomi pertanian IPB Prima Gandhi. Menurutnya, swasembada beras di era Mentan Amran seringkali dinafikan pihak lain atau pengamat yang tidak faham.
BACA JUGA: Mentan Amran Lakukan Gerakan Mekanisasi dan Pertanian Organik di Morowali
"Ini kan melihat swasembada beras itu seringkali dinafikan dengan adanya impor. Tapi nilainya di Pak Amran (Menteri Pertanian) ini kan jauh lebih banyak ekspor dan kenaikannya," kata Gandhi saat dihubungi, Senin (7/10)
Lebih lanjut, Gandhi menilai bahwa kebijakan impor sejatinya bukan kebijakan langsung dari Mentan Amran. Meskipun begitu, ia melihat upaya Kementerian Pertanian yang mengupayakan peningkatan produksi melalui mekanisasi sangat fenomenal.
BACA JUGA: Swasembada Beras Bukti Kerja Amran untuk Hari Tani Nasional 2019
"Kalau impor itu bukan kebijakannya pak Amran, artinya Mentan Amran terus berupaya meningkatkan produksi dalam negeri dan kesejahteraan petani Indonesia dengan mekanisasi dan lain-lain," terangnya.
Sebagaimana upaya Kementerian Pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan, Gandhi menambahkan, hal tersebut juga relevan dengan berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Menteri Amran.
BACA JUGA: Presiden Namibia Puji Indonesia Mampu Swasembada Beras
"Iya (kebijakan swasembada di era Mentan Amran), sudah on the right track lah untuk mewujudkan swasembada," pungkasnya
Di sisi lain, Gandhi yang merupakan alumnus IPB ini juga membandingkan swasembada beras di era Mentan Amran dan swasembada pada era tahun 1984.
"1984 jelas lah, kalau dulu Pak Presiden Soeharto gak ada impor, perbedaannya disitu yang sangat mencolok. Kalau dulu kita swasembada yaa benar-benar swasembada murni, kalau sekarang harga juga harus stabil memang, harus diakuin lah, Mentan Amran juga banyak berperan dalam stabilitas harga pangan," imbuhnya
Belum lagi, dari aspek jumlah penduduk yang lebih besar dari 1984, jumlah stok beras saat ini lewat skema Upsus (upaya khusus) Pajale dan pertanamanan tumpang sari dengan komiditas perkebunan, yang menurut Gandhi menjadi kunci keberhasilan Mentan Amran.
"Bisa seperti itu, kalau tumpang sari ini kan sudah lama sebenarnya yaa, bagaimana di ladang petani bisa tanam bermacam-macam. Tapi ini dibuat ke dalam sistem produksi sekarang, ini bagus menurut saya karena banyak, hampir semua program sekarang kan metodenya tumpang sari beberapa komoditas," tutur Gandhi. "Nah ini harus bisa terus dilanjutkan kembali, karena sekali nanam dapatnya banyak," tambahnya.
Sebagai perbandingan data, swasembada era 1984, produksi beras Nasional 25,8 juta ton, konsumsi beras nasional 27 juta ton per tahun, dan masih ada impor beras 414.000 ton, untuk konsumsi penduduk 164 juta jiwa. Sementara swasembada 2019, dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini 267 juta jiwa dan konsumsi beras secara nasional 32,4 juta ton per tahun, pemerintah mampu produksi beras nasional 34.9 juta ton, dan tidak melakukan impor sepanjang tahun 2019. Selain itu, cadangan stok beras di Bulog saat ini mencapai 2,5 juta ton dan masih akan terus bertambah. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh