JAKARTA - Hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam menyelesaikan perkara kasus kerjasama Indosat-IM2 cenderung dipengaruhi stigma masyarakat bahwa terdakwa korupsi pasti bersalah. Hakim takut kalau memutuskan terdakwa bebas dari hukuman.
"Fakta persidangan sama sekali tidak dilihat hakim. Ada stigma masyarakat bahwa terdakwa korupsi memang harus bersalah, jadi lebih mudah bagi hakim untuk memutuskan terdakwa bersalah,” ujar DR Dian Andriawan, pakar hukum dari Universitas Trisakti, Rabu (10/7).
Dian berpendapat, dirinya sangat kecewa, karena pada banyak kasus, sejumlah oknum hakim Tipikor kerap mengabaikan keterangan saksi-saksi dan ahli. Padahal, di situlah ditemukannya keadilan dan kebenaran.
"Yang menjadi masalah saat ini ketika Hakim salah dalam menghukum tidak pernah diperiksa Komisi Yudisial, sedangkan yang membebaskan justru diperiksa," ungkapnya.
Dalam industri telekomunikasi, Dian berpendapat, semestinya yang menentukan ada tidaknya pelanggaran adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika. Setidaknya hakim mengacu pendapat pemerintah yang menyatakan bahwa kerjasama Indosat-IM2 sudah tepat.
“Kalau hal itu diabaikan, siapa yang sebenarnya regulator? Hakim atau Menkominfo?” ujar Dian.
Sekedar informasi, pada Senin (8/7) lalu, hakim pengadilan Tipikor menyatakan Indar Atmanto bersalah dengan menghukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Hakim juga mengharuskan PT IM2 membayar kewajiban sebesar Rp 1,3 triliun.
"Saya keberatan. Ini tidak benar, tidak mencerminkan proses dan fakta-fakta persidangan sehingga ini proses penzaliman”, gugat Indar usai menjalani sidang.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Telekomunikasi, Setyanto P Santosa mengatakan, hakim ini meniru persis apa yang diucapkan oleh JPU dalam proses persidangan, "Hakim ini copy paste saja dari JPU," katanya.
Dia menanggap bahwa putusan ini akan membuat iklim investasi di industri telekomunikasi indonesia menjadi kacau, "Untuk ekonomi pasti investor akan ragu dalam berinvestasi, kawan-kawan sekarang mitranya indosat saja sekarang sudah ragu" katanya.
Setyanto mengatakan bahwa pemilik saham mayoritas dari Indosat, Ooredoo ini harus cepat bergerak. "Dia harus mengajukan ini ke arbitrase internasional. Oreedoo yang harus membawa ke mahkamah internasional. Dampaknya akan sangat negatif bagi citra indonesia, iklim investasi " lanjutnya.
Kasus ini berawal dari pengaduan LSM KTI, Denny AK kepada Kejati Jabar. Pada Oktober 2012 Denny AK divonis pengadilan karena terbukti melakukan pemerasan kepada Indosat. (fuz/jpnn)
"Fakta persidangan sama sekali tidak dilihat hakim. Ada stigma masyarakat bahwa terdakwa korupsi memang harus bersalah, jadi lebih mudah bagi hakim untuk memutuskan terdakwa bersalah,” ujar DR Dian Andriawan, pakar hukum dari Universitas Trisakti, Rabu (10/7).
Dian berpendapat, dirinya sangat kecewa, karena pada banyak kasus, sejumlah oknum hakim Tipikor kerap mengabaikan keterangan saksi-saksi dan ahli. Padahal, di situlah ditemukannya keadilan dan kebenaran.
"Yang menjadi masalah saat ini ketika Hakim salah dalam menghukum tidak pernah diperiksa Komisi Yudisial, sedangkan yang membebaskan justru diperiksa," ungkapnya.
Dalam industri telekomunikasi, Dian berpendapat, semestinya yang menentukan ada tidaknya pelanggaran adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika. Setidaknya hakim mengacu pendapat pemerintah yang menyatakan bahwa kerjasama Indosat-IM2 sudah tepat.
“Kalau hal itu diabaikan, siapa yang sebenarnya regulator? Hakim atau Menkominfo?” ujar Dian.
Sekedar informasi, pada Senin (8/7) lalu, hakim pengadilan Tipikor menyatakan Indar Atmanto bersalah dengan menghukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Hakim juga mengharuskan PT IM2 membayar kewajiban sebesar Rp 1,3 triliun.
"Saya keberatan. Ini tidak benar, tidak mencerminkan proses dan fakta-fakta persidangan sehingga ini proses penzaliman”, gugat Indar usai menjalani sidang.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Telekomunikasi, Setyanto P Santosa mengatakan, hakim ini meniru persis apa yang diucapkan oleh JPU dalam proses persidangan, "Hakim ini copy paste saja dari JPU," katanya.
Dia menanggap bahwa putusan ini akan membuat iklim investasi di industri telekomunikasi indonesia menjadi kacau, "Untuk ekonomi pasti investor akan ragu dalam berinvestasi, kawan-kawan sekarang mitranya indosat saja sekarang sudah ragu" katanya.
Setyanto mengatakan bahwa pemilik saham mayoritas dari Indosat, Ooredoo ini harus cepat bergerak. "Dia harus mengajukan ini ke arbitrase internasional. Oreedoo yang harus membawa ke mahkamah internasional. Dampaknya akan sangat negatif bagi citra indonesia, iklim investasi " lanjutnya.
Kasus ini berawal dari pengaduan LSM KTI, Denny AK kepada Kejati Jabar. Pada Oktober 2012 Denny AK divonis pengadilan karena terbukti melakukan pemerasan kepada Indosat. (fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hakim Belum Siap, Vonis Pegawai Chevron Ditunda
Redaktur : Tim Redaksi