jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Boni Hargens menyebut polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK untuk alih status sebagai aparatur sipil negara (ASN) harus segera dihentikan.
Sebab, kata Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) itu, polemik berkepanjangan tentang TWK akan membuat lembaga pimpinan Firli Bahuri kesulitan bekerja mengusut perkara korupsi yang masih mangkrak.
BACA JUGA: Tigor Tewas Ditusuk Dua Liang, Sempat Terdengar Teriakan Minta Tolong
"Saya kira tidak penting lagi melanjutkan polemik soal TWK ini," kata Boni dalam pesan singkatnya, Jumat (28/5).
Pria kelahiran Nusa Tenggara Timur itu menyadari, pelaksanaan TWK menjadi polemik berkepanjangan karena ada kelompok yang tidak lulus tes tersebut.
BACA JUGA: Berita Duka: Prof Dr Wahyu Sasongko Meninggal Dunia
Kemudian, kata Boni, kelompok itu memainkan narasi dan tidak mengakui hasil tim asesor TWK yang nyatanya diisi orang berkompeten.
"Para asesor juga orang-orang yang kompeten di bidangnya," tutur Boni.
BACA JUGA: Duel Berdarah di Lorong Kapitan, Putra Terkapar Masuk RS, Lawannya Diburu Polisi
Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia Democratic Policy Satyo Purwanto mengungkapkan harapan senada agar polemik TWK bisa cepat selesai.
Sebab, kata dia, polemik yang muncul setelah tes tersebut menganggu kinerja lembaga antirasuah.
"Dikhawatirkan KPK secara institusi malah terganggu akibat konflik yang akhirnya jadi persoalan internal," tutur aktivis 1998 itu.
Menurut dia, publik dan semua pihak seharusnya memberi ruang KPK menyelesaikan perkara korupsi besar, misalnya pengadaan bansos wilayah Jabodetabek pada 2020.
"Ini KPK sudah lumayan terganggu. Korupsi bansos kita tahu, sampai hari ini tidak ada tersangka baru," ujar Satyo.
Menurut dia, pegawai yang dipecat setalah tidak lulus TWK bisa berkarya di tempat selain KPK. Tentunya dengan membawa semangat memberantas rasuah di tanah air.
BACA JUGA: Nikita dan Vera Jerat Korban Lewat Aplikasi MiChat, Parah
"Kalau mereka (para pegawai KPK yang tidak lulus TWK, red) itu, kan, non-ASN, mereka bisa bekerja di institusi lain, di lembaga lain. Artinya dengan kapasitas mereka, mereka punya kewajiban moral mengingkatkan semangat pemberantasan korupsi di tempat lain," beber Satyo. (ast/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan