jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Maritim Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengusulkan perlunya kepada pemerintah untuk membuat peraturan presiden untuk menguatkan Pelindo sebagai integrator pengelolaan pelabuhan terminal khusus (Tersus) dan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS).
“Peran pelabuhan untuk pengembangan wilayah dan pembangunan ekonomi sangatlah besar,” kata Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa dalam keterangan tertulis pada Selasa (23/8).
BACA JUGA: Pelabuhan Ambon Berbenah, GM Pelindo: Sabtu dan Minggu, Sekarang Kami Sikat
Menurut Capt Hakeng, pemerintah melalui Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 11 Agustus lalu menjanjikan konsesi untuk pihak swasta yang ingin mengelola pelabuhan dalam bentuk Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Konsesi akan diberikan sampai 30 tahun.
Dia menilai langkah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi itu mendukung peran sektor swasta menanamkan modalnya di bidang kepelabuhan dengan membentuk Badan Usaha Pelabuhan (BUP).
BACA JUGA: Pelni Gandeng Pelindo dan Perum Damri Jalin Kerja sama Antarmoda
Capt. Hakeng mengapresiasi Menhub akan memberikan konsesi 30 tahun bagi pihak swasta yang membentuk BUP untuk pengelolaan pelabuhan swasta.
Menurut dia, ada banyak model pengelolaan pelabuhan di Indonesia. Ada pelabuhan umum, terminal khusus (tersus) maupun terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS).
BACA JUGA: Kurangi Biaya Logistik, Pelindo Fokus Percepat Waktu Bongkar Muat
“Izin ini diberikan agar tata kelola pelabuhan di Indonesia menjadi lebih optimal,” kata Capt. Hakeng.
Capt. Hakeng mengatakan selama ini ada tumpang tindih dalam hal pengelolaan pelabuhan tersus dan TUKS.
“Tata kelola pelabuhan di Indonesia perlu ditata ulang, karena seringnya terjadi overlapping,’ tegas Capt. Hakeng.
Menurut dia, sebenarnya persoalan tata kelola Tersus dan TUKS sudah jelas disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI No. PM 52 Tahun 2021 Tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri.
Pasal 3 Ayat 1 menyebut Pengelolaan Terminal Khusus atau Terminal untuk Kepentingan Sendiri dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau badan usaha.
“Saya mengusulkan agar pembangunan serta pengelolaan Tersus dan TUKS yang ada di wilayah negara Indonesia selalu menyertakan ataupun jika bisa berada di bawah kendali Pelindo yang memiliki pengalaman, sumber daya manusia dan peralatan pendukung yang sangat memadai,” ujar Capt Hakeng.
Sebab, selama ini ada tumpang tindih dalam hal pengelolaan pelabuhan tersus dan TUKS tersebut.
Dia mengatakan tata kelola pelabuhan di Indonesia seperti tidak terintegrasi dan terkoordinasi.
“Sebaiknya, pembangunan Tersus dan TUKS di seluruh Indonesia bisa selalu berkoordinasi serta di bawah kendali Pelindo. Sebab, Pelindo satu-satunya BUMN Pelabuhan dan diyakini punya kapasitas kuat dalam hal tersebut,” tegas Capt. Hakeng.
Menurut Capt. Hakeng, dengan kondisi Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan, maka pelabuhan merupakan urat nadinya. Oleh karena itu, sepatutnya dikelola secara profesional dan terintegrasi sehingga tidak menciptakan biaya logistik yang tinggi untuk hal-hal yang tidak perlu.
Capt Hakeng mengatakan peran pelabuhan sangat penting untuk menunjang kegiatan ekonomi dan bisnis. Sebab distribusi barang dari daerah atau kota di satu pulau ke daerah atau kota di pulau lainnya dapat dipastikan akan melalui pelabuhan.
Menurut dia, Tersus atau TUKS tidak mengeluarkan biaya uang kewajiban atau konsesi. Mereka hanya membayar PNBP ke pemerintah yang jumlahnya di bawah konsesi 2,5 persen dari pendapatan bruto.
Sebenarnya, secara mendasar TUKS dan Tersus seharusnya sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2008.
“Mereka diizinkan mengelola hanya untuk wilayah kepentingan sendiri atau wilayah khusus yang dekat dan di dalam sebuah pelabuhan serta tidak dipakai untuk umum. Namun kenyataannya kegiatan ini malah kemudian bersaing dengan layanan umum eksisting,” ungkapnya.
Apabila Tersus dan TUKS ingin menjadi pelabuhan umum maka harus memenuhi berbagai persyaratan. Bila dibuka untuk umum, tersus dan TUKS harus memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan atau terminal umum.
Kemudian mereka harus melengkapi terlebih dahulu aset-asetnya dengan persyaratan keselamatan dan keamanan dan juga harus membayar konsesi.
“Sebab mereka memiliki hak untuk pengelolaan secara umum,” pungkas Capt. Hakeng.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari