jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Politik Ujang Komarudin angkat bicara terkait gugatan hasil pemilu dan pelibatan Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam penanganan sengketa Perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, masyarakat Indonesia seharusnya memberi kesempatan kepada Arsul Sani terlepas dari latar belakangnya dahulu pernah jadi kader PPP.
BACA JUGA: 173 Advokat Peradi Ikut Bimtek PHPU yang Digelar Mahkamah Konstitusi
Mencermati kritikan beberapa tokoh terkait persoalan tersebut, Ujang mengatakan ada lima catatan yang bisa disampaikannya.
Pertama, bicara soal Pak Arsul Sani yang dianggap tidak boleh memimpin sidang, itu berlebihan. Kenapa? Karena bagaimanapun yang bersangkutan sudah dilantik dan sudah tercatat sebagai Hakim Konstitusi.
BACA JUGA: Jangan Baper Hadapi Sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi
"Artinya punya hak, punya kewenangan, punya tanggung jawab untuk bisa memimpin jalannya persidangan karena punya hak yang sama dengan anggota anggota yang lain," ujarnya.
Kedua, terkait adanya conflict of interest karena latar belakangnya sebagai politisi juga tidak perlu dikhawatirkan.
BACA JUGA: Jadi Hakim MK, Arsul Sani Tegaskan Sudah Mundur dari Firma Hukum
"Pak Arsul Sani bukanlah satu satunya hakim, banyak hakim yang turut serta bersidang dengannya," ujarnya.
Artinya conflict of interest itu tidak akan terjadi, karena Pak Arsul Sani tidak sendirian, dia di damping oleh hakim-hakim yang lain, bahkan hakim-hakim yang lain lebih mayoritas, lebih banyak.
Yang ketiga adalah siapa pun tidak boleh dan jangan menggiring opini bahwa seolah-olah MK ini selalu berpolitik.
Karena bagaimanapun semua pihak harus menjaga muruwah MK sebagai lembaga terhormat dan bermartabat yang harus dijaga kehormatan dan martabatnya dalam konteks untuk bisa menyelesaikan persoalan sengketa pemilu secara objektif dan independen.
"Di sinilah sebenarnya kita akan melihat bahwa kita harus memberi kepercayaan yang penuh kepada hakim-hakim MK agar berjiwa negarawan dan akan memutuskan persoalan sengketa pemilu itu dengan seadil-adilnya, dengan sejujur-jujurnya, dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya," paparnya.
Yang keempat, yaitu MK pernah dipimpin oleh seorang Hamdan Zoelva yang notabene mantan kader salah satu partai politik, dan pernah memimpin sengketa pemilu dan semua putusannya objektif dan independen. Dan ini sebagai catatan sejarah.
Yang kelima, Anwar Usman sudah dilarang, lalu jika Arsul Sani juga dilarang, maka hakim MK makin berkurang.
Belum lagi, apabila ada force majeure atau ada kejadian yang luar biasa lain yang mengenai hakim MK yang menyebabkan hakimnya berkurang kembali. Artinya makin sedikit dan kemungkinan besar terjadi deadlock dalam keputusannya itu.
"Oleh karena itu semua mata masyarakat Indonesia untuk bisa memberikan kesempatan kepada hakim-hakim MK termasuk Arsul Sani untuk memutus perkara dengan sebaik-baiknya, dengan sejujur-jujurnya, sedail-adilnya, dengan objektif dan independent, apa pun latar belakangnya," ujarnya.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean