jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mendukung tiga jurus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk mewujudkan kemandirian energi guna menekan impor minyak dan juga liquefied petroleum gas (LPG).
Menurut Piter, rencana Bahlil itu sudah bagus. Namun, kata dia, perlu didukung dengan langkah konkret untuk merealisasikannya.
BACA JUGA: PGN Punya Dirut Baru, Gus Falah Optimistis Kemandirian Energi Terwujud
Sebab, selama ini usaha untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri sudah dilakukan, tetapi belum berhasil secara optimal. Hal ini diduga karena minimnya investasi untuk melakukan eksplorasi minyak bumi.
“Kita mengalami penurunan lifting minyak sudah sangat lama dan persisten. Berbagai upaya sudah dilakukan, tetapi belum berhasil meningkatkan kembali produksi minyak kita. Hal ini dikarenakan investasi eksplorasi penemuan ladang baru sangat minim dilakukan,” ujar Piter, Selasa (17/9/2024).
BACA JUGA: Syarief Hasan: Insentif Kunci Mencapai Kemandirian Energi
Piter mengakui investasi pada sektor ini sangat berisiko tinggi dan memiliki banyak tantangan.
Oleh karena itu, Piter mendorong Bahlil membuat kebijakan yang dapat meningkatkan investasi pada eksplorasi minyak seperti perbaikan data dan kemudahan perizinan oleh pemerintah.
BACA JUGA: Menko Airlangga: Menuju Kemandirian Energi Harus Kurangi Ketergantungan Impor BBM
“Dipahami, investasi eksplorasi ini sangat berisiko dan jangka panjang. Selama ini, iklim investasi untuk eksplorasi ini tidak cukup mendukung,” ucapnya.
Piter mengatakan Bahlil yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Investasi, perlu mengeluarkan kebijakan yang bisa memperbaiki iklim investasi di bidang ini agar para investor tertarik dan mau menanamkan investasinya.
“Jadi, rencana Pak Bahlil adalah hal yang bagus, tetapi selama ini rencana bagus saja tidak cukup. Harus ada kebijakan konkret yang bisa memperbaiki iklim investasi di bidang eksplorasi ini,” paparnya.
Lebih lanjut, Piter menuturkan pendekatan yang sama juga perlu diterapkan pada LPG. Meskipun hal ini memerlukan waktu yang panjang, tetapi tetap harus dijalankan.
“Rencana membangun industri untuk menekan impor LPG juga hal yang bagus. Namun, , ini rencana jangka panjang yang tidak bisa menyelesaikan permasalahan jangka pendek,” tuturnya.
Piter juga mendorong pemerintah untuk terus berupaya mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai energi alternatif yang melimpah dari sumber daya alam Indonesia.
Dia menegaskan semua rencana pemerintah membangun industri dan kedaulatan energi sudah baik, asalkan kebijakan tersebut konsisten dijalankan.
“Semuanya harus dilakukan. Saran saya, pemerintah agar konsisten saja dalam kebijakannya, jangan maju mundur,” tegas Piter.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, akan menerapkan tiga jurus untuk mengurangi ketergantungan pada minyak dan LPG.
Pertama, Bahlil menegaskan Indonesia harus segera melakukan eksplorasi terhadap potensi sumur-sumur minyak baru. Kedua, mengoptimalkan sumur minyak eksisting. Ketiga, mengoptimalkan potensi sumur idle yang masih produktif.
"Yang ketiga adalah kita juga sedang mengidentifikasi untuk mengoptimalkan potensi sumur-sumur idle yang masih produktif. Nah, ini mungkin yang bisa kita lakukan," tegas Bahlil.
Bahlil juga mendorong intervensi teknologi untuk meningkatkan lifting minyak Indonesia. Ini bisa ditempuh salah satunya melalui teknologi enhanced oil recovery (EOR).
Sementara itu, untuk menggenjot produksi LPG, Bahlil akan membangun industri dalam negeri yang memanfaatkan potensi propana (C3) dan butana (C4). Ia yakin langkah ini bisa menekan impor LPG yang dilakukan Indonesia selama ini.
"Kalau impor terlalu banyak akan berdampak pada neraca perdagangan, neraca pembayaran kita, devisa kita. Bahkan, hari ini devisa kita setiap tahun keluar kurang lebih sekitar Rp 450 triliun hanya untuk membeli minyak dan gas, khususnya untuk LPG," ujar Bahlil.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari