jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim terkait pembukaan sekolah masih ditunggu masyarakat.
Demikian juga pembukaan pesantren dan madrasah, masyarakat menunggu kebijakan Menteri Agama Fachrul Razi.
BACA JUGA: Kalimat Rizal Ramli untuk Jokowi dan Nadiem Makarim, pakai Kata Mohon
Sayangnya sampai hari ini pemerintah belum memutuskan apakah sekolah bisa dibuka atau tidak saat new normal. Yang diputuskan hanya tahun ajaran baru dimulai pertengahan Juli 2020.
Menurut Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, sikap pemerintah yang terkesan lamban ini harus dipahami seluruh masyarakat.
BACA JUGA: Inilah Bukti Mas Nadiem Makarim Sayang Guru
Mendikbud maupun Menag harus berhati-hati memutuskan pembukaan sekolah pada masa tatanan normal baru (new normal) pandemi COVID-19.
"Pemerintah memang sudah memutuskan untuk tetap menjalankan tahun ajaran baru pada pertengahan Juli 2020. Namun, tahun ajaran tersebut tidak serta merta bersamaan dengan proses belajar-mengajar secara tatap muka," kata Trubus di Jakarta, Rabu (10/6).
BACA JUGA: Penjelasan Terbaru Menag Fachrul Razi Setelah Putuskan Ibadah Haji Tahun Ini Batal
Kebijakan pembukaan sekolah, lanjutnya, memang harus berdasarkan koordinasi agar tidak menimbulkan persoalan baru.
Terlebih, sektor pendidikan memiliki jenjang yang banyak dan anak-anak merupakan kelompok usia yang rawan terinfeksi, sehingga sudah selayaknya sangat berhati-hati.
Untuk pembukaan sekolah, menurut Trubus, setidaknya melibatkan empat lembaga yakni Kemendikbud, Kemenag, Gugus Tugas COVID-19, dan Kementerian Kesehatan.
Kemendikbud dan Kemenag, misalnya, tidak boleh mengambil kebijakan pembukaan sekolah tanpa mendapatkan rekomendasi dari Gugus Tugas COVID-19 dan Kemenkes.
Sebab, kedua lembaga ini yang memiliki otorisasi terkait kesehatan dan situasi pandemi di suatu wilayah.
“Belum lagi dalam pelaksanaan akan melibatkan pemerintah daerah, bahkan sampai ke tingkat RT/RW,” jelasnya.
Menurut dia, saat ini masyarakat sangat kritis menyikapi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Faktor keamanan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat harus menjadi pertimbangan penting ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan publik. Selain itu, konsistensi serta ketegasan implementasi kebijakan di lapangan sangat penting.
Menurut Trubus, penyampaian kebijakan yang belum matang kepada publik dan tanpa didahului oleh koordinasi yang baik antarlembaga pemerintah hanya akan memunculkan kontroversi dan membuat masyarakat bingung.
Salah satu contoh, adalah saat terdapat beberapa kali revisi terkait kebijakan angkutan umum.
“Jelas ini menjadi preseden buruk terhadap kebijakan yang telah dibuat karena terkesan tidak matang dan tidak konsisten dan membuat kebijakan selanjutnya berpotensi untuk tidak diindahkan,” ungkap Trubus.
Pemerintah juga harus mendengarkan dan mengakomodasi setiap masukan dari elemen masyarakat yang bermanfaat bagi kepentingan publik. “Di tengah situasi seperti ini, peran serta masyarakat yang lebih luas adalah kunci dalam penyusunan kebijakan yang komprehensif dan kredibel,” terang Trubus.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo juga mendukung pemerintah untuk sangat berhati-hati ketika ingin membuka sekolah.
Menurut dia, perlu keputusan yang cermat untuk mencegah serangan COVID-19 tahap kedua yang berpotensi menyasar anak-anak usia sekolah. Keselamatan dan kesehatan anak-anak harus menjadi prioritas.
Dia juga meminta orang tua siswa turut membimbing anak-anak dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh serta mencontohkan penerapan protokol kesehatan agar siap saat new normal. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad