Pengamat: Pelayanan Publik Meningkat Signifikan, Tapi....

Rabu, 22 Juni 2016 – 09:36 WIB
Balai Kota DKI Jakarta. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga memberikan catatan di HUT DKI Jakarta ke-489 yang jatuh hari ini, 22 Juni 2016. Ahli lanskap dan penggiat hidup hijau ini, menilai ada peningkatan dari beberapa segi pembangunan di Ibu Kota. Namun, masih banyak juga yang perlu dibenahi di usia Jakarta yang nyaris mencapai lima abad ini. 

Terkait reformasi birokrasi dan pelayanan publik, Nirwono menilai DKI Jakarta sejauh ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Seperti dalam pengurusan perizinan, sudah melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), sehingga bisa mengurangi risiko permainan oknum aparat. 

BACA JUGA: Tak Ada Pesta Rakyat, Ahok Pilih Makan Malam dengan Elite

”Hal ini harus dipertahankan, dan sebisa mungkin bisa ditingkatkan agar lebih baik lagi,” ujarnya kepada INDOPOS, Selasa (21/6).

Namun, ada beberapa catatan yang dinilai perlu menjadi perhatian. Seperti kebijakan bongkar pasang pejabat setingkat kepala dinas yang dilakukan terlalu sering dan cepat. 

BACA JUGA: Ahok Pangkas Besar-besaran Anggaran HUT DKI

Langkah ini dinilai Nirwono tidak efektif. Karena, siapa pun pejabat yang duduk sebagai kepala dinas tidak akan dapat bekerja optimal jika waktu yang diberikan terlalu singkat. Mereka akan menghadapi persoalan berupa perencanaan yang tidak matang, hingga akhirnya berakibat pada penyerapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang rendah, serta kinerja pemerintah yang buruk. 

”Bongkar pasang pejabat yang terlalu sering itu sebaiknya dievaluasi kembali. Karena berdasarkan kajian, sistem bongkar pasang yang terlalu sering tidak efektif,” kata Nirwono. 

BACA JUGA: Tidak Mau Hura-hura, Ahok Punya Mimpi...

Dia juga mengungkapkan, penyerapan rendah Pemprov DKI Jakarta, selama beberapa tahun terakhir, menunjukkan kinerja dinas-dinas yang tidak bagus. Program pembangunan tidak berjalan dengan baik, kalaupun sekarang terlihat pembangunan fisik justru lebih banyak sumbernya dari dana corporate social responsibility (CSR) dan kompensasi pengembang.

”Padahal, bantuan swasta atau CSR seharusnya hanya menjadi pendukung/sekunder. Karena yang utama untuk pembanguna harus tetap dari APBD,” jelasnya.

Diterangkan Nirwono juga, dampak negatif dari terlalu mengandalkan bantuan swasta, yakni pejabat menjadi malas, cari aman, dan kerap melempar tanggung jawab kepada swasta. Mereka hanya mau mengambil gajinya, tapi tidak mau bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. 

Belum lagi, pemberian CSR oleh swasta kepada pemerintah daerah, kerap disertai embel-embel untuk kepentingan perusahaan bersangkutan. Salah satu contohnya dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta, yang ternyat bantuan swasta disalahgunakan oleh oknum perusahaan tertentu, guna melancarkan perizinan membangun pulau buatan. ”Kondisi ini semestinya juga menjadi bahan evaluasi oleh Pemprov DKI,” jelasnya. 

Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta masih belum banyak berbuat untuk mengatasi banjir dan mengurai kemacetan lalu lintas (lalin). Dari pengamatannya, Pemprov DKI masih lebih banyak pencitraan dan belum menyentuh akar dari dua permasalahan besar itu.

Dia juga mencatat banyak pekerjaan yang tidak berlanjut, seperti penataan pasar Tanah Abang, Pasar Minggu, Jatinegara. Kemudian, revitalisasi waduk Pluit dan Riario, serta masih ada 42 waduk dan 14 situ yang belum disentuh. Belum lagi pemberantasan mafia rusun dan makam, penataan PKL dan trotoar, serta berbagai kekurangan lainnya. (wok/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Uji Coba Ganjil Genap, KCJ Siap Hadapi Lonjakan Penumpang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler