jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan Praktisi Pendidikan dari Center for Education Regulations & Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji menyatakan rasa herannya terhadap visi misi pemerintah dalam menciptakan SDM unggul.
Pasalnya, target pemerintah terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di PISA (Programme for International Student Assessment) sangat rendah.
BACA JUGA: Indra Charismiadji: Pendidikan Indonesia Gagap Terapkan Belajar Daring
Padahal sejauh ini salah satu standar kualitas pendidikan di Indonesia adalah menggunakan hasil PISA.
"Jika pemerintah mencanangkan program pembangunan SDM Unggul, maka SDM Indonesia harus lebih pandai, lebih cakap. Lebih baik daripada SDM di negara-negara lain," kata Indra, Sabtu (9/5)
BACA JUGA: Titi Nilai Pemerintah Makin Sewenang-wenang kepada Honorer K2
Dia mengungkapkan fakta literasi Indonesia mendapatkan skor 371 sedangkan rerata negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) mendapatkan skor 487.
Indonesia mendapatkan skor 379 untuk numerasi dibandingkan rerata negara-negara OECD di 489.
BACA JUGA: Roy Kiyoshi Stres Gara-gara Corona, Kirim Pesan via WA Hanya 1 Kata
Dan untuk sains Indonesia mendapatkan skor 396 sedangkan rerata negara-negara OECD di 489.
"Jadi kondisi saat ini SDM Indonesia jauh dari kata unggul karena berada jauh di bawah rata-rata negara lain," ujarnya.
Ironisnya lagi, lanjut Indra, implementasi program pembangunan SDM unggul ini ternyata dijabarkan dengan target capaian PISA pada bidang literasi dengan skor 396 pada 2020-2025, 423 tahun 2025-2030, dan 451 tahun 2030-2035.
Bidang numerasi dengan skor 388 tahun 2020-2025, 397 tahun 2025-2030. Bidang sains dengan skor 402 tahun 2020-2025, 408 tahun 2025-2030, dan 414 pada tahun 2030-2035.
Mengamati target yang ditentukan pemerintah, jelas-jelas belum bisa dikatakan unggul karena targetnya sendiri masih berada di bawah rata-rata negara OECD di tahun 2018.
Itupun dengan asumsi tidak ada perbaikan atau peningkatan mutu pendidikan di negara-negara tersebut.
"Sayang banget target yang dicanangkan pemerintah jauh dari arti unggul. Harusnya target berada di atas rata-rata negara OECD dengan asumsi semua negara melakukan program peningkatan mutu pendidikan," cetusnya.
Data yang lebih detail lagi bisa dilihat perbandingan antara peserta didik dari Indonesia dibandingkan dengan Vietnam dan rerata negara-negara OECD untuk urusan literasi (membaca).
Sebanyak 55,4% anak Indonesia kemampuan membacanya berada di level 1 (terendah). Sedangkan Vietnam hanya 13,9% saja dan rerata negara OECD di 20,1%.
Vietnam dan negara-negara OECD lain menempatkan porsi terbesar pada kemampuan membaca di level 3, Vietnam 35,2% dan negara-negara OECD di 27,9%.
"Ini yang membuat lemahnya kemampuan siswa Indonesia untuk belajar. Jika tidak mampu membaca, dalam kajian Bank Dunia dibahasakan functionally illiterate alias bisa membaca tetapi tidak paham makna dari apa yang dibaca, maka SDM Indonesia tidak mampu untuk belajar apapun. Tidak mampu belajar artinya bukanlah SDM yang unggul," bebernya.
Lanjut Indra, pembenahan yang harusnya menjadi menjadi prioritas adalah pendidikan di tingkat dasar yang selama ini tidak menjadi prioritas.
Baik dari sisi kemampuan pendidik, sarana-prasarana, program, dan tentunya anggaran. Rekomendasi ini telah diberikan oleh berbagai macam institusi baik dalam maupun luar negeri seperti Bank Dunia dan OECD sendiri tetapi sayangnya pemerintah masih tidak mau menjalankan rekomendasi tersebut.
"Dengan demikian SDM Unggul hanyalah menjadi retorika semata," tutupnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad