Pengamat Pendidikan: Tunggu Saatnya Sekolah Favorit Megap-megap

Kamis, 25 Juni 2020 – 18:01 WIB
Pengamat dan Praktisi Pendidkan Muhammad Nur Rizal. Foto: tangkapan layar/mesya

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan Praktisi Pendidkan Muhammad Nur Rizal mengungkapkan keberadaan sekolah kecil dan tidak favorit akan menyelamatkan pendidkan di Indonesia.

Sebab, sekolah-sekolah pinggiran, berdaya kecil, dana minim yang justru bertahan di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) atau revolusi industri (RI) 4.0.

BACA JUGA: Demi Pendidikan Merata, Ganjar Mempersiapkan Sekolah Jarak Jauh untuk Jateng

"Saat ini masih sulit menghilangkan mindset sekolah favorit dan tidak favorit. Belum lagi fenomena sekolah pinggiran yang minim siswanya sehingga kesulitan untuk meningkatkan kualitas dan citra di masyarakat. Namun, kondisi ini akan berbalik di era VUCA," kata Rizal dalam webinar Blended Learning ala Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang disiarkan di channel YouTube, Kamis (25/6).

Dia mengungkapkan, riset menunjukkan sekolah yang akan selamat dan adaptif di era VUCA (RI 4.0) adalah yang kecil, bukan besar atau favorit.

BACA JUGA: Kebijakan Menteri Nadiem untuk Pembelajaran di Pendidikan Tinggi

Sebab, sekolah-sekolah kecil cenderung tidak terbebani dengan kondisi masa lalunya. Lalu memilih membuka diri dengan kebaruan, gesit bertransformasi dan adaptif dengan perubahan yang cepat dan tak menentu. Berbeda dengan sekolah besar dan favorit, kondisinya akan megap-megap.

"Dunia masa depan adalah dunia yang penuh gejolak perubahan, kompleks yang memerlukan proses adaptasi cepat. Oleh karena itu sasaran GSM adalah sekolah kecil, pinggiran dan tidak favorit," tutur dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

BACA JUGA: Bendera PDIP Dibakar, Tjahjo Kumolo Minta Seluruh Pengurus Partai Bergerak

Rizal menjelaskan, aksi GSM dimulai dengan mengajak sekolah terdekat, di desa sekaligus membuka pendaftaran. Syaratnya sekolah negeri atau swasta pinggiran, bukan favorit.

Karena harus ada keberpihakan kepada kaum yang terpinggirkan oleh sistem agar gap kualitas dan proses pendidikan antarsekolah di Indonesia semakin berkurang yang ujungnya dapat membangun kesetaraan pendidikan berkualitas.

Saat itu kata Rizal, ada 20 yang lolos seleksi, lalu didampingi dan sekitar 40 persen hingga 50 persen di tahun awal melakukan transformasi. Sisanya kesulitan karena berbagai hal.

Situasi ini yang kemudian menginspirasi GSM membuat forum bertukar praktik antarsekolah melalui WA grup dan kegiatan berbagi praktik melalui tatap muka 3-4 bulan sekali agar proses pendampingan dilakukan oleh antarguru.

Sedangkan GSM lebih berperan pada menjaga semangat motivasi, kesadaran untuk selalu bergerak, memberi referensi praktik dari luar dan meriset untuk mendapatkan feedback sebagai rujukan GSM melakukan intervensi berikutnya.

"Hasilnya di tahun kedua, persentasi yang melakukan transformasi meningkat menjadi 70 persen dan bahkan di tahun ketiga mencapai 80-90 persen," kata Founder GSM ini.

Terkait pembelajaran di era normal baru, Rizal mengatakan, blended learning menjadi pilihan yang tepat.

Syaratnya blended learning bukan sekadar memindahkan buku melalui tugas online tetapi pembelajarannya harus fleksibel, memenuhi kebutuhan siswa, sesuai dengan potensi minat bakat siswa yang berbeda-beda.

Juga memberikan ruang lebar bagi siswa untuk banyak melakukan refleksi dalam belajar sehingga terbangun rasa kepemilikan siswa terhadap proses belajarnya sendiri (mandiri).

"Kegiatan belajar di era normal baru orientasinya bukan siswa tahu apa, tetapi siswa bisa melakukan apa untuk memecahkan persoalan nyata dengan pengetahuan yang dimilikinya. Bisa membangun ketrampilan berkomunikasi dan berkolaborasi dalam menawarkan gagasan dibutuhkan di dunia nyata," bebernya.

Selain itu perlu dibangun kecakapan pengelolaan untuk keseimbangan mental dalam mengelola tingkat stres, lentur (adaptif) dalam merespon perubahan yang sangat cepat dan penuh gejolak.

"Tatanan pendidikan ke depan wajib mengenalkan konsep blended learning, mengintegrasikan pembelajaran tatap muka, daring dan praktik problem solving melalui flipped learning dan creative hub," pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler