jpnn.com, JAKARTA - Direktur Riset Center f Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam mengatakan di tengah resesi global yang menerpa berbagai negara, perekonomian Indonesia akan tetap tumbuh positif ke depan.
“Insyaallah, perekonomian Indonesia akan tetap sehat dan terus melanjutkan proses pemulihan," ujar Piter, Senin (25/7/2022).
BACA JUGA: Bamsoet Dorong Bisnis Penjualan Langsung untuk Bangkitkan Perekonomian Nasional
Menurut Piter, Indonesia tidak bisa disamakan dengan Sri Lanka. Pasalnya, ekonomi Indonesia didukung kekayaan sumber daya alam yang berlimpah.
“Kenaikan harga komoditas yang saat ini menjadi beban bagi banyak negara lain justru menjadi limpahan berkah bagi Indonesia. Penerimaan pemerintah mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan selama periode booming harga komoditas. Hal ini tidak dialami oleh Sri Lanka,” ujar Piter.
BACA JUGA: Jelang KTT G20, Presiden Jokowi Berupaya Membuat Terobosan Bagi Perekonomian Dunia
Piter menambahkan struktur ekonomi Indonesia juga cukup kokoh ditopang oleh berbagai badan usaha baik yang dimiliki oleh negara seperti perusahaan-perusahaan BUMN maupun swasta nasional di berbagai sektor ekonomi.
Dia menyebut Indonesia punya Pertamina, Inalum, Telkom, Bank Mandiri, Bank BCA, Medco, hingga Indofood, yang kiprahnya tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga global.
BACA JUGA: Pandangan Ketua Baru OJK soal Perekonomian: Stagflasi Dunia Tak Terelakkan
“Semuanya aktif memutar perekonomian Indonesia menghasilkan output nasional sekaligus menjadikan Indonesia termasuk 20 besar ekonomi dunia. Sekali lagi hal ini tidak dimiliki oleh Sri Lanka," ujar Piter
Selain itu, kata Piter Indonesia juga memiliki kebijakan moneter dan fiskal yang terencana cukup baik serta fiskal yang sangat disiplin. Utang pemerintah tidak pernah melewati batas 60 persen PDB.
Dengan kinerja perekonomian yang konsisten didukung kedisiplinan pemerintah mengelola fiskal, investor asing dan domestik tidak pernah kehilangan keyakinannya untuk membeli surat-surat utang Indonesia.
“Fiskal terjaga dengan terus berputarnya hutang pemerintah. Pandemi memang sempat membuat Indonesia jatuh ke jurang resesi. Tetapi koordinasi kebijakan yang sangat baik antara pemerintah, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat perekonomian Indonesia cepat kembali pulih,” ujar Piter.
Menurut Piter, meskipun perekonomian global dilanda resesi, namun sistem keuangan Indonesia relatif terjaga stabil.
Respons kebijakan yang terukur dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mampu menjaga sistem keuangan tidak mengalami pemburukan yang berarti.
“Indikator-indikator utama di pasar keuangan, industri perbankan, dan industri keuangan non bank selama pandemi masih menunjukkan kinerja yang relatif baik. Indikator-indikator utama tersebut antara lain adalah kualitas kredit atau pembiayaan (NPL dan NPF), permodalan, dan likuiditas," ujar Piter.
“Kualitas kredit perbankan atau pembiayaan di lembaga pembiayaan meskipun sempat sedikit meningkat diawal masa pandemi, selalu terjaga di level yg relatif aman. NPL dan NPF tidak pernah melewati batas psikologis 5 persen, selalu di kisaran 3 persen,” kata Piter.
Sementara itu, dari sisi permodalan, menurut dia, baik lembaga keuangan perbankan ataupun lembaga pembiayaan dan asuransi masih memiliki kecukupan modal.
“Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Perbankan terjaga di atas 20 persen. Lalu gearing ratio industri pembiayaan dan RBC industri asuransi jiwa dan asuransi umum juga aman memenuhi treshold masing-masing industry,” katanya.
Selain itu, dari sisi likuiditas, Piter meyakini sistem keuangan Indonesia juga memenuhi batas-batas likuiditas yang dipersyaratkan. Rasio alat likuid perbankan terhadap non core deposit senantiasa berada diatas treshold (50%).
Demikian juga dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga tidak pernah dibawah treshold 10 persen. Terjaganya stabilitas sistem keuangan ini juga yang membedakan Indonesia dengan Sri Lanka.
“Hal ini sekaligus menegaskan perekonomian Indonesia jauh dari kemungkinan kebangkrutan seperti Sri Lanka," kata dia.
Namun, Piter mengingatkan pemerintah bahwa perlu kehati-hatian dalam mengelola sebab potensi terjadinya resesi masih tetap ada.
“Risiko kita resesi ada. Makanya, tetap harus waspada. Salah sedikit bisa resesi juga," tegas Piter.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari