jpnn.com - Pengamat politik dan CEO Point Indonesia, Karel Susetyo menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal seorang presiden dan menteri boleh berkampanye serta memihak di Pilpres 2024.
Menurutnya, kepala negara boleh memihak seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS).
BACA JUGA: Di Depan Prabowo, Jokowi Tegaskan Presiden Boleh Berkampanye dan Memihak
Dia mencontohkan ketika Presiden Barack Obama membantu Hillary Clinton dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden AS 2016.
"Bisa, kalau dilihat prakteknya demokrasi negara (Indonesia) kiblatnya ke Amerika. Sedangkan yang tidak boleh itu kampanye menggunakan alat negara," kata Karel dalam keterangannya, Kamis (25/1).
BACA JUGA: Bantah Klaim Gibran soal Food Estate, WALHI: Yang Ada Justru Kegagalan
Dia menyebutkan jika merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, presiden memiliki hak politik dan boleh ikut berkampanye, tetapi harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Dia juga berpendapat jika presiden memihak dalam hal politik itu sesuatu yang wajar, sebab presiden lahir dari konsesus politik.
BACA JUGA: PBHI Sebut Jokowi Konsisten Lakukan Kecurangan Pemilu untuk Gibran
"Wajar, karena presiden bukan orang yang netral dari politik. Dia lahir dari konsesus politik," lanjutnya.
Karel juga mencontohkan dukungan politik pernah terjadi di Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ikut membantu memenangkan partainya di tingkat daerah.
Hal tersebut dilihatnya dari banyaknya foto dan spanduk dukungan, terutama dalam konteks pemilihan kepada daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupatan dan kota.
"Yang berpihak presiden, bukan ASN dan TNI Polri. Bedakan presiden sebagai tokoh politik," ucap Karel.(mcr8/jpnn.com)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Kenny Kurnia Putra