Pengamat: Putusan Pengadilan Terhadap Grab Jadi Momentum untuk Relevansi Hukum Bisnis

Sabtu, 10 Oktober 2020 – 06:34 WIB
Ilustrasi Grab. Grab resmi mengakuisisi Uber di Asia Tenggara. Foto: Ayatollah Antoni/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan keberatan yang diajukan oleh Grab Indonesia atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Pakar teknologi Heru Sutadi menilai putusan tersebut sebagai momentum yang baik untuk melihat kembali prinsip-prinsip hukum bisnis Indonesia di tengah perkembangan ekonomi digital.

BACA JUGA: Masih Yakin Grab Indonesia Bersalah, KPPU Ajukan Kasasi

Menurutnya, bisnis yang berbasis teknologi digital sudah berkembang sehingga bukan tidak mungkin kaidah-kaidah hukum binis lama tertinggal dalam menyikapi perkembangan dalam lanskap bisnis baru.

“Putusan PN ini bukan tentang siapa yang menang, tetapi bagaimana sistem dan tatanan hukum bisnis kita dapat mewadahi perekmbangan bisnis dalam kepastian hukum,” kata Heru, kepada awak media di Jakarta, baru-baru ini.

BACA JUGA: Terkait Kasus Grab, KPPU Dinilai Tidak Memahami Ekonomi Digital

Heru mengatakan, teknologi membawa disrupsi dalam konfigurasi hukum. “Jadi, bukan hukumnya salah tetapi harus dicari relevansi baru,” sambungnya.

Direktur Eksekutif ICT Institute ini mengungkapkan, tujuan dari suatu tatanan hukum ekonomi adalah kepastian hukum yang membuat pelaku ekonomi mendapat insentif berbisnis dan menciptakan kesejahteraan.

BACA JUGA: Pakar Hukum Sesalkan Banyaknya Drama di Persidangan Kasus Grab

Sebaliknya, tatanan hukum ekonomi yang gagal memberi kepastian hukum menjadi disinsentif dan akhirnya membuat penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan malah urung terjadi.

“Kami lihat penilaian KPPU mengenai integrasi vertikal dan diskriminasi dinyatakan tidak terbukti oleh pengadilan. Dari situ kita belajar bahwa membangun struktur usaha yang efisen bukanlah integrasi vertikal, dan kompetisi internal yang memotivasi mitra untuk berkinerja baik bukanlah diskrimnasi,” jelasnya.

Dia menyatakan bahwa, kedua belah pihak justru bisa membangun daya saing usaha yang lebih baik dan ujungnya menciptakan kebaikan kepada semua pihak.

Seperti pendapatan yang lebih baik mitra karena pelanggan puas, penciptaan lapangan kerja yang lebih luas, hingga kontribusi bagi perekonomian daerah dan nasional.

Heru menambahkan, kerja sama Grab dan TPI bukan merupakan persaingan usaha yang tidak sehat karena tidak ada kerugian di sisi masyarakat pengguna bisnis online, baik dari segi layanan maupun tarif.

“Kerja sama ini adalah bagian internal perusahaan dan tidak berdampak pada kompetisi di pasar sejenis dan konsumen layanan transportasi online,” ujarnya.

Sebelumnya, pada 3 Juli 2020, KPPU menyatakan bersalah kepada PT Grab Teknologi Indonesia d/h Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) atas dugaan integrasi vertikal dan diskriminasi terhadap mitra pengemudi mandirinya.

KPPU menyataka bahwa Grab telah memberikan order prioritas kepada mitra pengemudi GrabCar yang berada di bawah naungan TPI.

Akibatnya, Grab dinilai telah melakukan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra mandiri selain TPI.

Menjawab tuduhan tersebut, Grab dapat membuktikan bahwa sistem pemesanan bersifat adil dan murni berdasarkan kinerja dan prestasi.

Grab memiliki berbagai program manfaat untuk memberikan penghargaan kepada semua mitra pengemudi yang memenuhi syarat dan mendapat penilaian tinggi dari konsumen, hal ini dirancang secara khusus agar kinerja baik pengemudi dapat berlangsung secara konsisten. (jlo/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler