jpnn.com - JAKARTA - Peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radhy menyatakan, Panitia Khusus (Pansus) Pelindo bentukan DPR harus berani membuat rekomendasi yang tegas tentang berbagai kejanggalan di Pelindo II. Sebab, faktanya memang ada kebijakan Pelindo II di bawah kepemimpinan RJ Lino yang bukan hanya menyalahi aturan perundang-undangan, tetapi juga merugikan negara.
Fahmi mengatakan, keputusan Lino secara sepihak memperpanjang konsesi untuk Hutchison Port Holdings (HPH) di Jakarta International Container Terminal (JICT) telah melanggar undang-undang. Menurutnya, perpanjangan konsesi JICT ke HPH melanggar UU Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
BACA JUGA: Ini Sikap PGI Tentang Larangan Pembangunan Masjid
Pada pasal 82 UU Pelayaran disebutkan otoritas pelabuhan (OP) sebagai wakil pemerintah adalah pihak yang memberikan konsesi pelabuhan. “Jadi bukan Pelindo II,” ujar Fahmi melalui keterangan tertulis, Rabu (4/11).
Selain itu, kontrak pengelolaan terminal peti kemas di Tanjung Priok yang hanya dihargai USD 215 juta, atau lebih kecil ketimbang kontrak yang dikantongi HPH pada 1999 silam yang mencapai USD 243 juta jelas memunculkan pertanyaan.
BACA JUGA: JOSS! Polisi Sudah Tahan 83 Pembakar Lahan
Padahal, jika konsesi itu tak diperpanjang dan seluruh saham JICT menjadi milik Pelindo II, maka negara akan sangat diuntungkan. “Ada potensi pendapatan sekitar Rp 30 triliun per tahun,” ulasnya.
Fahmi menambahkan, dengan perpanjangan itu maka saham Pelindo II di JICT tetap 49 persen, sedangkan HPH tetap mayoritas dengan 51 persen saham hingga tahun 2039. Fahmi pun menyebut keputusan Lino itu merupakan sebuah anomali.
BACA JUGA: Hayo Lho.. Surat Edaran Kapolri Dianggap Hanya Pesanan
“Kenapa selama 15 tahun nilai perusahan bukannya naik, tetapi malah justru turun? Apakah anomali itu merupakan indikasi adanya kongkalikong atau suap di balik keputusan perpanjangan JICT?” tuturnya.
Kejanggalan lainnya, kata Fahmi, karena proses pengambilan keputusan untuk memperpanjang kontrak konsesi pengelolaan JICT ke perusahaan asal Hong Kong itu juga tertutup. Fahmi menyebut keputusan sepihak Lino memperpanjang kontrak kontrak JICT tanpa persetujuan dewan komisaris jelas melanggar mekanisme pengambil keputusan di BUMN.
Karenanya Fahmi menyarankan Pansus Pelindo II untuk merumuskan sejumlah rekomendasi. Antara lain membatalkan perpanjangan konsesi JICT ke HPH karena telah melanggar UU dan merugikan negara. ”Pansus harus mengembalikan kepemilikan saham di JICT menjadi 100 milik negara, yang sepenuhnya dikelola oleh anak bangsa,” ujar Fahmi.
Fahmi menegaskan, Pansus Pelindo II harus mengungkap pihak-pihak yang membekingi keputusan perpanjangan konsesi untuk HPH di JICT. Yang tak kalah penting, sebutnya, pansus mesti membuat rekomendasi agar kasus-kasus pelanggaran hukum di Pelindo II dibawa ke proses hukum, termasuk dugaan suap maupun praktik beking sehingga Lino selama ini menjadi sosok yang tak tersentuh.
Dan pansus harus menemukanpihak-pihak, yang secara langsung maupun tidak langsung yang menghalangi proses pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh Bareskrim,” cetusnya.(ara/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TOP! Indonesia Punya Wakil di Organisasi Pramuka Asia Pasifik
Redaktur : Tim Redaksi